Zulkifli Niode Minta KPK Telusuri Jejak Akil Mochtar Pada Pilkada Banggai 2011

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menjerat seluruh dugaan-dugaan suap terkait pemilukada yang pernah ditangani oleh Akil Mochtar saat masih menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, masih ada sejumlah pihak yang disinyalir terlibat menyuap Akil yang hingga kini belum diperiksa oleh KPK.
Salah satunya yang dilaporkan oleh tokoh masyarakat Banggai, Sulawesi Tengah, Zulkifli Niode ke KPK, Rabu (16/9/2015).
Dia melihat ada indikasi terjadinya praktik suap terhadap Akil, hal itu terlihat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilkada Banggai tahun 2011 lalu.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/ PHPU.D-IX/2011, Akil yang menjadi Ketua Tim Panel menyatakan terjadinya politik uang dalam Pilkada Banggai. Namun, Panel yang terdiri dari Akil, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva itu mengesampingkan politik uang tersebut dan memenangkan salah satu pasangan calon.
"Semua pihak terkait dalam perkara itu disebutkan melakukan pelanggaran politik uang. Tapi tidak ada tindak lanjut dari putusan MK tersebut. Mereka yang disebut melakukan politik uang tidak dianulir keterpilihannya dalam pilkada di Banggai. Kita duga ada permainan juga dengan Hakim MK yang menangani perkara tersebut, ini yang kita laporkan ke KPK," kata Zulkifli usai menyampaikan laporannya ke KPK.
Zulkifli berharap KPK dapat menindaklanjuti dugaan politik uang yang diduga terkait dengan Akil. Apalagi, selama ini KPK gencar menindaklanjuti dugaan suap sengketa pilkada terkait Akil Mochtar. Ia pun berharap KPK tidak tebang pilih terhadap perkara apa saja yang berkaitan dengan suap Akil Mochtar.
"Ada beberapa perkara suap sengketa pilkada terkait Akil yang dikembangkan KPK. Kami harap kali ini KPK juga menindaklanjuti laporan kami terkait Akil," kata Zulkifli.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, dugaan politik uang terkait sengketa pilkada Banggai sebelumnya pernah disampaikan kepada KPK pada Desember 2014 lalu. Namun saat itu KPK meminta bukti kerugian negara minimal Rp 1 miliar.
Hal ini menurutnya berbeda dengan yang dilakukan KPK terkait sengketa pilkada Kabupaten Morotai yang menjerat Bupati Morotai (nonaktif), Rusli Sibua. Dimana KPK menindaklanjuti perkara tersebut berdasarkan dua alat bukti yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud memengaruhi putusan perkara yang diadili.
"Karena itu kita harap KPK juga dapat menindaklanjuti laporan kita ini. Tadi laporan sudah kita berikan langsung kepada bagian pengaduan masyarakat (Dumas) KPK," kata Zulkifli.
Terkait hal ini, ‎Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andrianti mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan lebih lanjut sejumlah perkara sengketa pilkada terkait Akil.
"Untuk pengembangan kasus Akil Mochtar masih bisa dilakukan oleh KPK," katanya.

Sebelumnya diketahui KPK menjerat sejumlah kepala daerah terkait pemberian suap kepada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi terkait sengketa Pilkada di MK. Dari pengembangan ini, sejumlah kepala daerah yang terindikasi pernah memberikan suap kepada Akil dijerat oleh lembaga antirasuah tersebut.
Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Johan Budi SP sebelumnya menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan lebih lanjut sejumlah perkara sengketa pilkada terkait Akil.
"Tentu kami akan kembangkan lebih lanjut terkait sengketa pilkada di tempat lain," kata Johan Budi.
Sejumlah kepala daerah yang diduga menyuap Akil telah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan beberapa diantaranya telah menjalani persidangan dan diputus bersalah. Akil sendiri telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah divonis penjara seumur hidup. Salah satu kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Bupati Morotai, Rusli Sibua. /tribunnews.com

0 komentar:

Post a Comment