Keterkaitan antara Militer, Mafia Perminyakan, dan Akun-akun Penyebar Kebohongan

MILITER

Sejak awal Jenderal Besar (Purn.) Soeharto menjabat, Pertamina sangat erat dengan militer. Pasti, orang tua Anda mengetahui siapa Direktur Utama Pertamina tahun 1968-1976. Iya, benar. Letnan Jenderal Ibnu Sutowo yang tinggal persis di samping Jalan Cendana, Menteng.

Ia mulai aktif di dunia perminyakan sejak tahun 1956, resmi menjadi Direktur Utama Pertamina sejak tahun 1968, dan sudah memiliki simpanan pribadi sekurang-kurangnya 226,2 juta USD pada tahun 1970. Tahun 1976, beliau diberhentikan dari jabatannya karena marak diberitakan soal korupsi dalam jumlah yang sangat besar. Korupsi ini membuat Pertamina berutang sebesar US$10,5 Miliar atau 30% total output (PDB) Indonesia saat itu. Luar biasa bukan?

Sayangnya, hingga detik ini ia tidak pernah diadili, keluarganya tetap tinggal di samping Keluarga Cendana dan masih saja kerap membuat ulah, seperti menipu Ali Sadikin.
*Selingan: Sejak tahun 1970, Ibnu Sutowo sering berpergian ke New York dengan jet pribadi Rolls Royce Silver Cloud miliknya dan sering menyuruh Bob Tutupoly datang ke New York hanya untuk membawa rendang dan menyanyi di restoran termahal di New York yang di-booking secara penuh oleh Ibnu Sutowo.
*Selingan: Gaya hidup mewah Ibnu Sutowo dan keluarga yang lain dapat dilihat di internet. Contohnya di 
http://www.merdeka.com/peristiwa/gay...-keluarga.html
*Selingan: Anak Ibnu Sutowo, Adiguna Sutowo, mendirikan PT Mugi Rekso Abadi (MRA) pada tahun 1993. MRA memiliki 35 anak perusahaan, antara lain: Hard Rock Cafe, Zoom Bar & Lounge, BC Bar, Cafe 21, Radio Hard Rock FM (Jakarta, Bandung, Bali), i-Radio, majalah Cosmopolitan, majalah FHM, Four Seasons Hotel dan Four Seasons Apartement di Bali, dealership Ferrari dan Maserati, Mercedes Benz, Harley Davidson, Ducati, dan Bulgari.
*Selingan: Adiguna Sutowo dan istri gitaris Piyu "Padi" terlibat dalam penabrakan pagar rumah istri kedua Adiguna Sutowo.
*Selingan: Putra bungsu dari Adiguna Sutowo, Maulana Indraguna Sutowo, menikah dengan Dian Sastrowardoyo pada Mei 2010.

Titel Direktur Utama Pertamina boleh saja tidak lagi dipegang Ibnu Sutowo, namun kekuasaan militer pada sektor perminyakan tetap mendominasi hingga hari ini. (Direktur Utama Pertamina selanjutnya adalah Mayor Jenderal Piet Haryono, Mayor Jenderal Joedo Soembono, dan Mayor Jenderal Abdul Rachman Ramly) Maka, bukan suatu pemandangan yang langka di Indonesia, di samping kantor-kantor Pertamina terdapat markas-markas militer.
*Selingan: Usai reformasi 1998, KKN antara perminyakan dan militer tidak dapat dilenyapkan dan malah membantu militer berjaya kembali. Hal ini terwujud dengan penggunakan BIN dan TNI untuk memenangkan Partai Demokrat di pemilu 2004, usai Jend. (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Menteri ESDM di tahun 1999-2000.
*Selingan: Hal di atas termasuk dalam lima pertanyaan yang diajukan Megawati sejak tahun 2006 yang hingga kini belum dijawab oleh SBY.

Untuk mengetahui seberapa seksinya perminyakan Indonesia, silakan cermati perhitungan KPK atas pemasukan potensial negara dari sektor perminyakan bila seluruh aktivitas mematuhi hukum dan tidak ada gratifikasi dan korupsi. Hasilnya adalah 20.000 Triliun per tahun atau 220% dari jumlah keseluruhan output (PDB) Indonesia per tahun 2013.
*Fakta: Karena perminyakan sangat-sangat menarik, tak heran kalau fokus KPK saat ini adalah membersihkan Kementerian ESDM dari koruptor-koruptor. Contohnya adalah memvonis mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini (Alumni Perminyakan ITB), dengan hukuman 7 tahun penjara; menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno, sebagai tersangka; mencegah staf Menteri ESDM, I Gusti Putu Ade Pranjaya, untuk ke luar negeri, dan makin sering memanggil Menteri ESDM dan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Jero Wacik.



MAFIA PERMINYAKAN
Karena semua kalangan berpendidikan telah mengetahui mengenai Gasoline Godfather: Muhammad Riza Chalid (MRC) di Petral (Pertamina Energy Trading Limited), Hutomo Mandala Putra (Humpuss Intermoda Transportasi), Bambang Trihatmodjo (Bimantara Grup) (ipar-ipar salah satu capres), dan Hatta Rajasa, saya rasa tak perlu menguraikannya.
*Sedikit generous clue for non engineering or economics graduates:
1. Majalah Intelijen edisi 5-18 November 2009 mengulas mengenai perusahaan induk Riza Chalid, Petral dan Global Energy Resources, dan anak-anak perusahaannya Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum di British Virgin Island dan kongsi bisnisnya yang bersifat tidak transparan dengan Pertamina.
2. Dr. Theodorus M. Tuanakotta, S.E., M.B.A. (CEO Deloitte salah satu Big4 Kantor Akuntan Publik di dunia, MBA dari Harvard Business School, Tenaga Ahli BPK dan KPK, penulis buku "Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif" yang sangat populer, penerima Satyalancana Wira Karya, dan anggota staf pengajar dan peneliti di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) menuturkan bahwa Hatta Rajasa memiliki influence amat sangat besar di Indonesia karena ia terlibat dengan Muhammad Rizal Chalid "Gasoline Godfather" Pertamina Energy Trading Limited (Petral) di Singapura. Menurut Pak Theodorus, Rizal Chalid menghasilkan 3,153 juta USD per hari setara 37,839 miliar rupiah per hari (Kalkulasi: Impor 850rb barrel/hari x 80% Petral x 41,67% Riza Chalid x 159 liter/barrel x 0,07 mark-up/liter x Rp12.000/USD), sementara keluarga Ani Yudhoyono mendapat 7,872 miliar rupiah per hari atau 0,5 USD per barrel dari minyak mentah dan minyak olahan baik yang diimpor maupun yang diekspor. (Hal senada juga dipublikasikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan pada Kabinet Persatuan Nasional, Dr. Rizal Ramli, Ph.D.; Guru Besar Manajemen UI, Prof. Rhenald Kasali, S.E., Ph.D.; peneliti senior Indonesian Resources Studies, Ir. Samsul Hilal, M.S.E.; dan Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies, Erwin Usman.)


Foto: Muhammad Riza Chalid “Gasoline Godfather” dan Wakil Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Letjen TNI (Purn) Burhanuddin di Rumah Polonia.
 Foto: Muhammad Riza Chalid "Gasoline Godfather" dan Wakil Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Letjen TNI (Purn) Burhanuddin di Rumah Polonia.

Sekilas tentang Data/Statistik Perminyakan Indonesia
*Fakta: Negara superpower Amerika Serikat yang terunggul dalam penyadapan pun kewalahan dengan inkonsistensi data statistik perminyakan di negara kita. Hal ini dinyatakan secara gamblang oleh US dalam pembukaan laporan 2005-2006 dan pembukaan laporan 2007-2008.
*Fakta: Dari tahun 2004 hingga tahun 2012, terdapat inkonsistensi data produksi minyak antara di SKK Migas dan di Kementerian ESDM.
*Fakta: Dari tahun 2002 hingga tahun 2012, trend jumlah lifting (produksi) minyak kita terus menurun namun trend cost recovery kita terus menanjak.
*Fakta: Dari tahun 2007 hingga tahun 2012, secara kasar terdapat selisih 654 triliun rupiah antara penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dari migas di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Audited) dan PNPB dari migas yang dihitung sesuai Laporan Tahunan SKK Migas.
*Fakta: Mahfud MD pernah menyebut Pertamina sebagai “sarang koruptor”.

Utama: Permainan antara Muhammad Riza Chalid “Gasoline Godfather” di Petral dan Hatta Rajasa
*Fakta: Tren Pendidikan S1 Direktur Utama Pertamina akhir-akhir ini adalah Alumni Teknik ITB dan Hatta Rajasa berasal dari S1 Teknik Perminyakan ITB. (Martiono Hadianto, Baihaki Hakim, Ariffi Nawawi, dan Karen Agustiawan adalah Alumni Teknik ITB)
*Fakta: Melihat sejarah Hatta Rajasa, ia dikenal sebagai salah satu pengusaha yang sejak tahun 1980 bergabung dengan Medco Energy milik Arifin Panigoro (Alumni ITB) di Singapura dan di Indonesia. 
*Fakta: Pada 11 Februari 2014, Wakil Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), M. Fanshurullah Asa, kembali menegaskan fakta bahwa Indonesia mengimpor BBM dari Singapura, negara yang tidak ada eksplorasi (pencarian) dan eksploitasi (produksi) minyak.
*Fakta: Walaupun Singapura tidak memiliki sumur minyak, kapasitas penyulingan minyak (refinery) di Singapura adalah 1,4 juta barrel/hari, sedangkan kapasitas di Indonesia hanya 1,1 juta barrel/hari.
*Fakta: Silakan melihat laporan keuangan Pertamina bagian Opini Auditor Independen PricewaterhouseCoopers, Petral di Singapura yang notabene berperan sangat penting bagi kita, negara raksasa pengimpor minyak, malahan tidak diaudit oleh PwC sendiri dengan alasan aset lancar (kas, piutang, dsb) dan aset tetap (bangunan, dsb)-nya kecil. Padahal dengan diauditnya Petral oleh PwC sendiri, mungkin dapat mengungkap kecurigaan harga beli BBM yang sesungguhnya yang selama ini memberatkan pos belanja negara (subsidi).
*Fakta: Laporan Utama di Majalah GEO ENERGI Indonesia edisi Januari 2014: "Ambisi Pertamina buat (Si)apa?" yang ditulis oleh Sri Widodo Soetardjowijono, Ishak Pardosi, Amanda Puspita Sari, Faisal Ramadhan, dan Indra Maliara menguraikan bagaimana Hatta Rajasa sukses mengantarkan sekitar 60 persen anggota kabinet ke dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Usut punya usut, orang-orang ini ternyata berasal dari rekomendasi Riza Chalid dan bertujuan untuk mengamankan bisnis minyaknya.
*Fakta: Nama Riza Chalid makin ramai disebut-sebut sejak pemberitaan bahwa Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan hendak membubarkan Petral karena disinyalir jadi sarang korupsi. Namun, belum tuntas rencana Dahlan Iskan membubarkan Petral, ia keburu dipanggil dan ditegur keras oleh Presiden Jenderal (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono dan Hatta Rajasa di depan Karen Agustiawan (Alumni ITB). Isu pembubaran Petral pun kembali menguap.
*Selingan: Walaupun diberi jabatan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa dianggap sangat tidak mengerti ekonomi dan sering menjadi bahan tertawaan oleh Chatib Basri, Faisal Basri, Darmin Nasution, Fauziah Zen, Mawar I. R. Napitupulu, dan dosen-dosen lainnya saat mengajar di FEUI. Satu dari sekian banyak contoh yang mudah adalah ucapan Hatta Rajasa pada tahun 2010 yang menargetkan PDB Nominal mencapai angka Rp 10.000 Triliun per tahun 2014. Pak Chatib Basri (sebelum terpilih jadi menteri) mengatakan "Menko Ekuin kalian sekarang tol*l banget tuh.. Masa' menggunakan PDB Nominal sebagai target.. Kalau saya jadi dia sih, gampang saja, saya naikan saja inflasi dua kali lipat." Hal ini sontak disambut tawa menggelegar satu kelas besar. Bagaimana mungkin seorang menko ekuin tidak mengetahui perbedaan antara PDB Nominal dan PDB Riil (yang sudah di-adjust dengan inflasi/kenaikan harga); sesuatu yang telah diajarkan di Pengantar Ekonomi 1.
*Kabar belum terkonfirmasi: Simson Panjaitan yang berlatar belakang hukum dan minim pengalaman ditempatkan menjadi kepala keuangan (Head of Finance) di Petral.
*Kabar belum terkonfirmasi: Wijasih Cahyasari “Wiwiek”, kakak Ani Yudhoyono, pernah menerima 400 ribu USD dari Riza Chalid sebagai ganti Riza Chalid membatalkan pertemuan Wiwiek dan Dirut Petral Nawazier.
*Kabar belum terkonfirmasi: Kakak dari Rini Mariani Soemarno Soewandi (Menperin tahun 2001-2004), Arie Soemarno, diberhentikan usai menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina 2006-2009 karena berhasil membentuk integrated supply chain untuk pembelian tender impor yang fair, ingin memindahkan Petral dari Singapura ke Batam, dan dikhawatirkan dekat dengan Megawati seperti adiknya Rini.

Utama: Permainan oleh Keluarga Ani Yudhoyono dan Partai Demokrat
*Fakta: Hatta Rajasa dan Marzuki Alie lahir di Palembang.
*Fakta: Usai Purnomo Yusgiantoro (Golkar, Alumni ITB) menjabat sebagai Menteri ESDM selama 9 tahun, ia langsung digantikan Darwin Zahedy Saleh (pendiri dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat) dan Jero Wacik (Sekretaris Jenderal Partai Demokrat).
*Fakta: Pernikahan Siti Ruby Aliya Rajasa dan Edhie Baskoro Yudhoyono diyakini hampir seluruh elemen masyarakat Indonesia berfungsi untuk mempertebal cengkraman dinasti Hatta Rajasa dan Ani Yudhoyono di Indonesia.
*Fakta: Menurut buku "Cikeas Kian Menggurita" yang ditulis George Junus Aditjondro dan diterbitkan Galang Press, keluarga Ani Yudhoyono terlibat dalam sindikat mafia perminyakan guna menambah kekayaan dan kekuasaan. Untuk memastikan ini, silakan Anda mencari tahu alasan di balik grasi Schapelle Leigh Corby (Warga Negara Australia), usai santer diberitakan penyadapan Australia memperoleh bukti-bukti bahwa keluarga besar Ani Yudhoyono, khususnya Erwin Sudjono (kakak ipar Ani Yudhoyono), sangat aktif dalam mafia perminyakan.

Foto: Erwin Sudjono, mantan Pangkostrad (kakak ipar SBY)
 Foto: Erwin Sudjono, mantan Pangkostrad (kakak ipar Ani Yudhoyono, suami Wiwiek)


Foto: Gatot Mudiantoro Suwondo, CEO Bank BNI (adik ipar SBY)
 Foto: Gatot Mudiantoro SuwondoCEO Bank BNI (adik ipar Ani Yudhoyono)

Utama: Penistaan Rasa Keadilan oleh Keluarga Jend. Besar (Purn.) Soeharto dan Keluarga Ani Yudhoyono kepada Masyarakat Indonesia
*Fakta: Selain kasus Ibnu Sutowo dan Rudi Rubiandini, sangat banyak sekali kasus di Kementerian ESDM yang merobek-robek rasa keadilan masyarakat Indonesia. Sedikit dari sekian banyak kasus yang dibiarkan pemerintah Orba dan “Orba bungkus baru” adalah Production Sharing Contract sejak UU No. 8 Tahun 1971 berlaku, Depo Balaraja sejak tahun 1996, Mark-Up di Kilangan Balongan sejak tahun 1998, Petral dan Credit Suisse Singapura di tahun 2002, penjualan VLCC di bawah harga pasar oleh Laksamana Sukardi (Alumni ITB, teman Arifin Panigoro “Medco Energy”) di bulan Juni tahun 2004, perjanjian sewa tanker Humpuss Intermoda (perusahaan Tommy Soeharto) untuk tahun 1990-2009 dan 2009-2014, impor minyak Zatapi di tahun 2008, dan kelebihan Cost Recovery kepada Chevron di tahun 2012.
  


AKUN-AKUN PENYEBAR KEBOHONGAN DAN PEMBENTUK OPINI
 1. FPI dibentuk oleh pensiunan militer sebagai attack dog yang memisahkan militer dan polisi dari tuduhan pelanggaran HAM. (Lihat dokumen-dokumen Wikileaks) Di samping itu, ingat saat tahun 1998, selain militer, ada unsur lain yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa dengan senjata-senjata yang tak lazim dengan pakaian-pakaian menyerupai santri-santri.
FPI
 2. Triomacan2000 (Syahganda Nainggolan [dulu Staf Ahli Menko Ekuin Hatta Rajasa, sekarang Direktur Penggalangan Relawan Tim Sukses Prabowo-Hatta Rajasa], Abdul Rasyid [Staf Ahli Menko Ekuin Hatta Rajasa], dan Raden Nuh) selalu melindungi dan memuja setinggi langit Hatta Rajasa, besan Ani Yudhoyono.


Apakah Anda sekeluarga, kemudian, tahan melihat dan mendengar keluarga Soeharto dan keluarga Ani Yudhoyono pura-pura peduli dan prihatin; menginginkan mereka makin menggurita;  dan kembali was-was akan Hak Asasi Manusia Anda sekeluarga?



JAWABAN ATAS DOA KITA
"Setahun pertama kita selesaikan mafia perminyakan." tegas Jusuf Kalla pada Dialog KADIN, 20 Juni 2014.


TESTIMONI
"Jokowi memang bagus menjadi Presiden. Saya doakan semoga terkabul keinginannya." ~Ridwan Kamil
"Tidak banyak yang tahu kan kalau sebenarnya Jokowi itu lebih tegas dan keras daripada saya. Dia kelihatan lembut di luar karena orang Jawa. Saya kalau lagi diskusi sama dia tegas banget." ~Basuki Tjahaja Purnama#Tegas
"Biar seluruh rakyat Indonesia sejahtera dan kesenjangan ekonomi tidak makin melebar, kita harus memberhentikan dinasti-dinasti penguasa “Orba bungkus baru” dan memberantas mafia perminyakan." ~seorang sahabat



BONUS SELINGAN
Untuk para pencinta selingan setanah air, mau dikasih selingan lagi?
Pertama, tegakkan badan. Kedua, tarik napas secara mendalam. Ketiga, senyum…..Iya, senyum. Seriusan. Karena ketenangan dan senyuman akan menaikkan testosterone dan menurunkan cortisol yang baik untuk kesehatan dan kehidupan.

Oke kita balik lagi ke selingan ekonomi level SMP ya.
Anda masih ingat polemik PP Mobil Murah yang ditandatangani SBY pada 23 Mei 2013?
Saat itu, Indonesia telah mulai merasakan twin deficit (defisit di APBN & defisit di neraca perdagangan, sehingga nilai tukar Rupiah ke USD sangat lemah dan rentan) dan pembenahan kemacetan Jakarta dan sekitarnya masih mengalami banyak sekali resistensi. 

Ibarat azab kemurkaan Allah yang tidak ada hentinya, pelaku pasar dibuat makin gemetar dengan kabar bahwa besan Hatta Rajasa menandatangani PP Mobil Murah, sesuatu policy yang memicu meledaknya jumlah penjualan mobil, konsumsi BBM, dan impor bahan baku otomotif yang membuat nilai tukar makin runyam mencekam. Dalih yang digunakan besan Hatta Rajasa, Hatta Rajasa, dan kader Golkar, MS Hidayat saat itu tak lain dan tak bukan adalah mobil murah adalah angkutan untuk pedesaan yang akan menggunakan Pertamax, dan, karena pemanasan global adalah isu yang paling urjen menurut mereka, mobil murah layak mendapat penghapusan PPn-BM.

Nyatanya, statistik/fakta lebih berjaya daripada pidato yang berkontradiksi dengan perbuatan. Lantas, Pak Chatib Basri selaku Menteri Keuangan secara emosional menagih janji Menperin MS Hidayat. Namun, penagihan janji itu dijawab sendiri oleh besan Hatta Rajasa secara tidak langsung dengan tindakan penunjukkan Muhammad Lutfi, Duta Besar Indonesia di Jepang, sebagai Menteri Perdagangan.

Keambrukan pengurusan ekonomi negara dan ketamakan kebijakan pro-kendaraan pribadi ternyata tak berhenti sampai di situ. Joko Widodo yang merasa membanjirnya mobil murah membuat penguraian kemacetan makin berat malahan ditolak dalam pengajuan penghapusan bea impor untuk bus dan pemasangan pembatas jalan TransJakarta yang tangguh di jalan Sudirman-Thamrin dan Gatot Subroto-Tomang dan diganjal dalam penerbitan PP Electronic Road Pricing.
PP ERP
*Selingan: Berbagai direktur institusi internasional seperti Asian Development Bank dan World Bank; berbagai Chief Economist bank-bank terbesar di dunia seperti Citibank dan HSBC; dan berbagai Chief Economist di bank-bank terbesar di regional seperti BII Maybank yang diundang ke FEUI pada acara Economix menuturkan bahwa kebijakan Mobil Murah merupakan a misguided policy, usai mereka memastikan tidak ada wartawan/jurnalis yang hadir. Lebih jauh, mereka mengatakan sebaiknya masyarakat awam melakukan pengukuran dampak policy pemerintahan negara-negara maju yang pro-transportasi publik dan dampak policy pemerintah Indonesia yang pro-kendaraan pribadi.

Mantap tidak selingannya? All praise is to Allah.



LAMPIRAN 1: PROYEKSI REALISTIS
Kubu Pencipta Perdamaian dan Terobosan dengan Dialog yang Memanusiakan Manusia
Ketua Umum MUI dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. KH. Din Syamsuddin, M.A., Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A., Ketua Dewan Guru Besar FEUI Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Ph.D, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Faisal Basri (Pendiri PAN, ekonom), Goenawan Mohamad (Pendiri PAN, Jurnalis), Abdillah Toha (Pendiri PAN, Komisaris Penerbit Mizan), Nono A. Makarim (Komite Etik KPK), Wimar Witoelar (Kolumnis), Lin Chi Wei (Kata Data), Arsendo Atmowiloto (Wartawan), Todung Mulya Lubis, Yoris Sebastian, René Suhardono, Ayu Utami, Joko Anwar, Slamet Rahardjo Djarot, Mira Lesmana, Olga Lidya, Butet Kartaredjasa, Ong Harry Wahyu, Rayya Makarim, Indra Jaya Piliang, Charles Bonar Sirait, Wanda Hamida, Metta Dharmasaputra (Penulis "Saksi Kunci"), Riri Riza, Leila S. Chudori, Iksaka Banu, Kurnia Effendi, Marco Kusumawijaya (Arsitek), Samuel Indratma (Community Visual Artist),  Rudi Valinka (Auditor Forensik), Fadjroel Rachman, dan Adian Napitupulu.
Slank, Erwin Gutawa, Addie MS, KLA Project, /rif, Giring Ganesha "Nidji", Kikan Namara ‘Cokelat’, Yuni Shara, Krisdayanti, Barry Likumahuwa, Trio Lestari (Glenn Fredly, Tompi, Sandhy Sondoro), Andre Hehanusa, Superman is Dead, JFlow, Soul ID, Bams, Ian Antono, Once, Oppie Andaresta, Titi "Film Jalanan", Kadri Jimmo, Yukie PasBand, Jalu Pratidina, Nia Dinata, Robi Navicula, Jhody Bejo, Kartika Jahja, Joe Saint Loco, Marsha Timothy, Vino G Bastian, Gita Gutawa, Indra Birowo, Cak Lontong, Otong Koil, Richard Sambera, Gading Marten, Ello, Michael IDOL, Dochi Pee Wee Gaskins, Pop the Disco , ARockGuns, Josaphat Killing Me Inside, Widi ‘Vierratale’, Delon IDOL, Ivan Nestorman, Yacko, Kill The DJ, Billy BeatBox, Tabib Qiu, Stereocase, Che Cupumanik, Lala Timothy, Kristina, Melly Manuhutu, Ho Katarsis, Sawarna Warna Sunandar, Sruti Respati, Roy Jeconiah, Ajul & Rekan, Edward Suhadi, Ernest Prakasa, dan Pandji Pragiwaksono.

Kubu Menantu Soeharto "Sang Pembunuh Massal" dan Besan Ani Yudhoyono "Sang Mafia Perminyakan"
Transaksional Orba bungkus Baru

Pengusaha Minyak di Balik Obor Rakyat

Awalnya untuk Dongkrak Hatta


Sejak awal Obor Rakyat direncanakan sebagai media politik partisan, dikelola wartawan-wartawan oportunis, dan disokong pebisnis.

PENERBITAN tabloid Obor Rakyat yang mendiskreditkan calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) awalnya untuk menaikkan popularitas Hatta Rajasa saat mantan Menteri Perekonomian itu masih duduk di kabinet. Menurut sumber Media Indonesia, tabloid itu sepenuhnya didanai pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Tidak hanya membiayai Obor Rakyat, Riza yang di Singapura dikenal dengan sebutan Gasoline Godfather juga membiayai tim sukses calon wakil presiden (cawapres) nomor urut satu itu. Kedekatannya dengan Hatta semakin mengental ketika mantan Menteri Perekonomian itu duduk di kabinet.
“Riza jugalah yang menggelontorkan menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli Rumah Polonia di Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 29, Otista, Jakarta Timur. Rumah itu kini menjadi markas tim pemenangan pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta,“ kata salah satu anggota tim sukses Hatta, di Jakarta, Jumat (27/6) malam.
Di rumah itu, lanjutnya, Riza mendirikan media center yang dipimpin Muchlis Hasyim.
Jurnalis bayaran Saat dihubungi secara terpisah, sumber Media Indonesia yang lain, GS, asal Gunung Sugih, Lampung Tengah, juga mengakui Obor Rakyat sejak awal direncanakan sebagai media politik partisan yang dikelola wartawan-wartawan oportunis dan disokong pebisnis.
“Jadi, ada simbiosis mutualisme antara pebisnis, politisi, dan jurnalis. Konsep media partisan itu ditawarkan Setyardi kepada Muchlis untuk kepentingan politik Hatta. Ia datang ke Muchlis karena sangat dekat dengan Hatta,“ ujar GS di Pacific Place.
Pada Maret lalu, tambah GS, Muchlis pernah membahas penerbitan media partisan itu bersama Setyardi dan seorang jurnalis senior lain, di kantornya di Jalan Rimba.
Semula konsep tabloid itu ditawarkan agar digarap jurnalis senior tersebut, tetapi tidak jadi.
Saat dimintai konfirmasi, Muchlis membantah ada hubungan kerja dirinya dengan Riza. “Enggak ada itu urusannya dengan Pak Riza.
Setyardi (Budiono, Pemred Obor Rakyat) sudah ngomong soal penda naan itu,“ cetus pendiri portal berita Inilah.
com tersebut, kemarin.
Setyardi, lanjut Muchlis, sudah memenuhi panggilan pemeriksaan Polri pada Senin (23/6). Terkait dengan mangkirnya Darmawan Sepriyossa, penulis tabloid tersebut, dari pemeriksaan Mabes Polri, Muchlis menga takan yang bersangkutan berkomitmen kepadanya untuk datang dalam pemeriksaan Bareskrim Polri, hari ini (Senin, 30/6).
“Terserahlah, kamu mau tulis apa. Itu kan sedang ditangani polisi,“ ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan masih mengecek keberadaan Darmawan. Pihaknya mengetahui editor itu sedang umrah justru dari pemberitaan media massa. “Kita persiapkan surat panggilan berikutnya,“ ujar Ronny.
Di sisi lain, Hatta Rajasa membantah tudingan bahwa dirinya mendanai Obor Rakyat dengan tujuan melakukan kampanye hitam terhadap saingannya, Jokowi-JK.
“Wah kalau itu memfitnah saya,“ ujar Hatta ketika dimintai konfirmasi sebelum acara debat cawapres, di Bidakara, semalam.







PENGAKUAN gagah berani Setyardi Bu diono sebagai pemi lik dan pemodal (tunggal) tabloid Obor Rakyat mengundang tanda tanya.
Benarkah ia merogoh kocek sendiri? Seandainya benar, keuntungan apa yang ia peroleh dengan menerbitkan tabloid yang dibagi-bagikan secara gratis dan misterius itu? Benarkah cuma dia dan Darmawan Sepriyossa yang menggawangi Obor Rakyat?
Kepada tim Media Indonesia dan Metro TV, Setyardi mengaku menerbitkan Obor Rakyat semata-mata untuk bisnis. “Masak tidak boleh berbisnis? Saya akan launching Obor Rakyat secara resmi.
Semua syarat yang dibutuhkan akan dipenuhi,“ ujarnya, pekan lalu.
Namun, ia enggan mengungkap penyokong dana Obor Rakyat. “Tanya penyidik,“ tegasnya. Sebagai komisaris di PTPN, tambahnya, dana pribadi darinya pun cukup besar.
Namun, benarkah dana Setyardi mampu menghidupi terbitan plus pendistribusian yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu? Intelijen dari kubu Jokowi-JK yang dirugikan atas penerbitan tersebut mengaku sudah mengantongi nama-nama pengelola dan orang-orang di balik Obor Rakyat.
“Intelijen kami sudah tahu siapa-siapa orangnya. Ah, kalian juga kenal orangnya. Kita serahkan polisi saja, biar mereka yang urus. Kita urus yang lain saja,“ kata Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan.
Dalam penelusuran Media Indonesia, penerbitan dan distribusi tabloid Obor Rakyat yang mendiskreditkan calon presiden Joko Widodo (Jokowi) diduga didanai pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Hal itu dibenarkan sumber Media Indonesia yang juga merupakan anggota tim sukses cawapres Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (27/6). Menurutnya, untuk menjalankan dan mengawasi penerbitan Obor Rakyat, Riza menunjuk jurnalis senior Muchlis Hasyim Jahya (MHJ).
“Muchlis hanya sebagai operator. Dia sudah bertahuntahun menjalankan bisnis media milik Riza, Inilah Group.
Muchlis menjadi CEO Inilah Group yang memiliki unit usaha http://www.inilah.com, http://www.
inilahjabar.com dan Inilah Koran. Riza juga di belakang Yayasan Jurnalis Indonesia yang dipimpin Muchlis,“ imbuhnya.
Tidak hanya membiayai Obor Rakyat, Riza yang di Singapura dikenal dengan sebutan Gasoline Godfather juga membiayai tim sukses Hatta Rajasa. Salah satu contoh, Riza menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli Rumah Polonia di Jalan Cipinang Cempedak I nomor 29, Otista, Jakarta Timur.
Rumah tersebut kini menjadi markas tim pemenangan pasangan calon presiden/wakil presiden Prabowo-Hatta. Riza mengakuisisi Rumah Polonia melalui Ketua Majelis Dzikir SBY Nurrussalam Haji Harris Tahir.
Awalnya, Rumah Polonia digunakan sebagai markas tim sukses Hatta Rajasa dan tempat pengajian para santri Majelis Dzikir SBY Nurrussalam.
Kantor Hatta Rajasa Di Rumah Polonia itu Hatta ikut berkantor. Selain Hatta, ada ruangan mantan Kepala Staf TNI-AD Jenderal (Purn) George Toisutta serta Ketua Majelis Dzikir SBY Nurrussalam Haji Harris Tahir.
Media Indonesia menyamba ngi Rumah Polonia pada Jumat malam. Hatta Rajasa sedang tidak ada di tempat. Petugas keamanan Rumah Polonia mengatakan MHJ juga sudah dua minggu tidak datang ke Rumah Polonia.
“Biasanya Pak Muchlis datang mengendarai mobil Land Cruiser warna hitam, tapi sudah dua minggu beliau tidak ke sini,“ ungkapnya.
Media Indonesia berkesempatan masuk ke salah satu ruangan di Rumah Polonia, yaitu ruang tamu Haji Harris Tahir. Di dinding ruang tamu tersebut terpajang sejumlah foto berbingkai para pejabat tinggi, antara lain Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan Kapolri Jenderal Sutarman.
Secara terpisah, MHJ membantah soal Riza yang diduga mendanai penerbitan dan distribusi tabloid Obor Rakyat.
“Enggak ada itu urusan nya dengan Pak Riza. Setyardi (Budiono, Pemred Obor Rakyat) sudah ngomong soal (pendanaan) itu,“ cetus MHJ, ke marin.
Menurut MHJ, semua pihak mestinya menghormati penanganan kasus Obor Rakyat oleh Bareskrim Polri. Semua kaitan antara Obor Rakyat dan dirinya maupun kubu capres tertentu yang disebutsebut media, lanjutnya, bisa berarti kampanye negatif yang jika berulang bakal jadi sebuah kampanye hitam.
“Terserahlah kamu mau tulis apa, tapi itu kan sedang ditangani polisi. Belum ada yang diputuskan bersalah.
Kembali saja pada proses hukum,“ sambung dia.
Konfirmasi kepada Muhammad Riza Chalid belum berhasil. Seorang temannya mengatakan sorotan terhadap pengusaha yang memiliki kekayaan triliunan rupiah itu sedang ramai. Maka ia langsung pergi ke Singapura. Pesan sudah dilayangkan ke nomor kon taknya di +6596245xxx. Pesan terkirim, tetapi hingga saat ini tidak ada respons.
(X) redaksi @mediaindonesia.com
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/

Konsep Triple Helix Hatta Rajasa Basi, Sekarang Eranya Quattro Helix


Konsep triple helix yang dikatakan oleh Hatta Rajasa dalam Debat Cawapres Minggu (29/6) sebagai strategi untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia dinilai pengamat bukan sesuatu yang baru dan hanya mengadopsi gagasan dari luar negeri.
“Konsep ini sudah lama, mengadopsi dari asing,” terang Freddy Permana Zen, Deputi Bidang Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi, Senin (30/6) di Jakarta.
Triple helix dijelaskan oleh Freddy adalah konsep sinergitas akademisi/academician, bisnis/business, dan pemerintah/government yang kemudian disingkat ABG.
Konsep tersebut tidak pernah sukses, menurut Freddy, diterapkan di Indonesia. Keseriusan dari masing-masing elemen, lanjut dia, adalah factor penyebabnya. Akademisi belum bias optimal melakukan riset-riset unggulan karena para pebisnis belum mau dan mampu membiayai mereka. Pelaku bisnis pun menimpali tuduhan tersebut dengan menyalahkan pemerintah belum menyediakan kebijakan yang menyokong mereka mengembangkan teknologi.
Saat ini, menurut Freddy, kalangan bisnis atau industry belum berani mengucurkan dana besar untuk proyek-proyek ilmiah sehingga triple helix yang sudah dicanangkan oleh Komite Inovasi Nasional tidak berjalan.
Yang potensial menjadi donor untuk membiayai penelitian ilmiah kalangan akademisi, menurut pandangan dia, adalah badan usaha milik negara atau swasta.
“Minimnya peran pebisnis dalam menguatkan triple helix disebabkan belum adanya insentif dari pemerintah. Seharusnya pemerintah membuat kebijakan agar para pemain industri itu mau mendanai sejumlah inovasi dari anak negeri,” kata Freddy.
Seusai acara Debat Cawapres tadi malam, seorang pengamat teknologi asal Bandung mengatakan kepada wartawan bahwa ide Hatta Rajasa dengan triple helix sama sekali tidak baru bahkan cenderung basi dan tertinggal karena saat ini negara-negara maju sudah beralih ke konsep quattro helix.

“Konsep Hatta Rajasa sudah basi. Orang di mana-mana sudah meninggalkan triple helix, sekarang eranya quattro helix, melibatkan komunitas juga. Jadi maksud dia ingin memajukan iptek kita dengan triple helix itu bunuh diri, bukan tambah maju tapi kita akan makin tertinggal,” tutur Hema kepada wartawan setelah Debat Cawapres berakhir. (Maghfurrodhi/rimanews.com

Disebut Sebar Fitnah, Allan Nairn Tantang Prabowo di Pengadilan Indonesia


JAKARTA- Nama Allan Nairn mendadak kembali tenar di Indonesia. Di zaman Orde Baru, jurnalis khusus investigasi asal Amerika Serikat itu sempat akrab dengan ruang tahanan pemerintah mantan presiden Soeharto.
Kabarnya, berbagai tulisan atau liputan dari Pemburu Berita dari Negeri Paman Sam itu membuat pemerintahan saat itu gerah.
Nah, kini jelang pemilihan presiden Indonesia, Nairn kembali muncul dengan tulisan di blognya (allannairn.org).
Sebuah tulisan yang muncul pada Minggu (22/6), mengulas soal kenangan Nairn saat berada di Indonesia, khususnya terkait sosok Prabowo Subianto, calon presiden yang diusung Partai Gerindra.
Di sana Nairn menulis, Prabowo pernah menyebut sosok mantan presiden Ri Abdurrahman Wahid itu buta dan memalukan.
Hal tersebut berbuntut bervariasi komentar. Salah satunya tentu dari pihak Prabowo Subianto, yang wajar merasa citranya dirusak karena Pilpres 2014 sudah di depan mata.
Kepada sejumlah wartawan, Juru Bicara Tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Budi Purnomo menilai tulisan Allan Nairn adalah bentuk kampanye hitam. Dan Budi juga menjelaskan, bahwa yang namanya Allan Nairn adalah orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan militer Indonesia (TNI).
Budi juga mengklaim, Nairn adalah jurnalis Amerika yang diketahuinya sudah tujuh kali masuk Indonesia secara ilegal.
"TNI bahkan pernah menyatakan akan menangkap Allan jika ketahuan datang lagi ke Indonesia," kata Budi seperti yang tertera di blog Nairn,
Nah, ternyata, saat ini Nairn ada di Indonesia. Itu dia akui sendiri di blognya(Kamis, 26/6) tersebut.
"Saya sekarang ada di Indonesia, jika TNI ingin menangkap saya, mereka bisa," tulis Nairn.
"Jika Jenderal Prabowo memang ingin saya ditangkap karena apa yang telah saya tulis tentang dirinya, maka saya meminta agar ia mengatakannya sendiri," catat Nairn.
"Seperti tulisan saya tentang Prabowo, itu akurat. Jika Jenderal (Prabowo) ingin menyangkal ini, saya mengundang dia untuk menghadapi saya di pengadilan Indonesia, dengan mengajukan tuduhan fitnah pidana terhadap saya," tulis Nairn menantang.
Nairn juga menganggap lucu ada penilaian dia bekerja untuk pemerintah Amerika Serikat. "Semua orang yang dekat dengan saya pasti tahu kalau saya adalah musuh Amerika Serikat dan korporasinya."
"Salah satu dari banyak pasukan yang didukung AS untuk membunuh warga sipil adalah TNI, dan Jenderal Prabowo adalah salah seorang anak didik yang paling dekat dengan AS. Prabowo menggambarkan dirinya kepada saya, The Americans fair-haired boy," tulis Nairn.
Dalam pandangan Nairn, dua fakta yang paling penting tentang Prabowo adalah, "Bahwa dia lah yang membunuh warga sipil, dan kedua bahwa dia membunuh mereka dengan disponsori oleh Amerika Serikat."
Nairn kemudian sedikit menyinggung soal eksploitasi AS di dunia pertambangan Indonesia. "Anda akan bergabung dengan saya dalam menyerukan pengusiran freeport McMoran dari Indonesia." (adk/jppn.com)

Mafia Migas Di Belakang Prabowo-Hatta

Seiring dg kemanjuan ekonomi dan perubahan gaya hidup maka konsumsi minyak kita ikut meningkat dari tahun ke tahun.
Konsumsi minyak kita saat ini adalah 1,4 juta barel perhari. Angka ini meningkat terus di tahun2 yg akan datang.
Sungguh sayang Indonesia yg kaya SDA itu ternyata tidak mampu mengelolanya dg baik. Ini akibat ulah beberapa gelintir orang yg khianat.
Ini tercermin dari ketahanan kita dibidang energi. Bayangkan, dari kebutuhan 1,4 juta barel perhari itu yang 900 ribu barel kita import!
Jika tidak ada upaya penanganan yg radikal maka tahun 2018 negara kita akan menjadi negara pengimpor minyak terbesar di dunia!
Yang menarik disini adalah mengapa produksi minyak kita tidak bisa ditingkatkan? Bukankah cadangan minyak kita masih sangat besar?
Untuk mencari tahu jawabannya kita harus kembali ke jaman orde baru. Karena dari sinilah awal mula masalahnya.
Akibat kebijakan salah era orde baru dimana Pertamina dijadikan sapi perah oleh rejim orba, maka exploitasi minyak kita keteteran.
Akibatnya negara kita yg sebelumnya adalah exportir minya berubah menjadi negara importir minyak.
Maka dibentuklah anak perusahaan Pertamina yg bernama Pertamina Trading Ltd (Petral)
Tugas utama Petral adalah menjamin supply kebutuhan minyak yg dibutuhkan Indonesia dg cara impor.
Sejak direncanakan sudah tercium hidden agenda dari dibentuknya Petral ini. Wajar, uang yg berputar disini luar biasa besar.
Maka diambil keputusan yg aneh, kantor Petral berlokasi di Singapura, bukan Indonesia. Tentu saja Singapura menyambut dg tangan terbuka.
Banyak alasan ditetapkannya Singapura sbg markas. Namun fakta membuktikan bahwa hukum Indonesia tidak bisa menjangkau permainan disana.
Inilah sebabnya mengapa sebagian besar impor minyak kita berasal dari Singapura. Karena Petral memang bermarkas disana.
Banyak sudah tulisan dan berita perihal permainan mafia minyak di Petral ini. Semua mengarah pada satu nama >> Muhammad Riza Chalid.
Riza Chalid adalah pemain lama, sejak jaman orba dia sudah kuasai Petral. Sejak itu pula dia kuasai kebutuhan minyak negeri ini.
Pemimpin dan rejim boleh silih berganti, tapi Muhammad Riza Chalid tetap menjadi penguasa yg sesungguhnya.
Riza Chalid menguasai Petral melalui perusahaan dan anak2 perusahaannya yg lebih dikenal dg nama "pasukan lima"
Riza Chalid adalah pemilik sesungguhnya dari Global Energy Resources yang menjadi induk dari 5 perusahaan yaitu:
Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium. Kelima perusahaan inilah yg sering disebut dg "pasukan lima"
Kelima perusahaan tsb terdaftar di virgin island, surga cuci uang dan bebas pajak pula.
Melalui kelima pasukannya inilah Riza Chalid selalu memenangkan tender pembelian minyak Petral. Nama2 peserta tender lainnya cuma formalitas.
Monopoli selalu menghasilkan inefisiensi. Begitu pula yg terjadi di dunia impor migas kita.
Monopoli impor migas yg dipegang Petral dan Petral yg dikuasai oleh Mafia migas menghasilkan inefisiensi besar2an.
Dan tentu saja yg jadi korbannya disini adalah rakyat Indonesia. Sebab yg menikmati subsidi BBM yg sesungguhnya itu adalah para mafia ini.
Akibat permainan monopoli mafia impor ini mereka leluasa menetapkan harga beli sesuai keuntungan yg mereka harapkan.
Setidaknya tjd mark up sebesar 5 - 30 dolar per barel pada harga pembelian petral. Harga beli petral selalu diatas harga pasaran saat itu.
Puluhan hingga ratusan trilyun uang negara lenyap demi kelanggenan bisnis mafia minyak ini. Mereka inilah penikmat subsidi yg sesungguhnya.
Gurihnya untung kongkalikong Petral dan mafia migas ini, maka jangan heran jika mereka akan melakukan apapun demi menjaga kepentingannya.
Nah, untuk menjaga kepentingan bisnisnya tsb mereka harus punya kaki tangan baik di eksekutif dan legislatif negeri ini.
Jaman orde baru dulu pendekatan yg mereka lakukan adalah dg mendekati dan bekerjasama dg keluarga cendana.
Seiring dg perubahan kondisi politik dalam negeri dan semakin kuatnya posisi finansial mereka maka pendekatan mereka juga ikut berubah.
Terhitung sejak era SBY mereka tidak lagi sekedar mendekati penguasa tapi ikut menciptakan penguasa.
Perlu diingat bahwa SBY pernah menjadi menteri pertambangan di era Gus Dur. Disinilah kedekatan dg sang tuan terjadi.
Selain dg SBY, Riza Chalid juga memiliki kedekatan dg Hatta Rajasa. Sebelum jadi menteri usaha HR adalah dibidang migas juga. Klop!
Memasuki masa pemerintahan SBY yg kedua Riza berhasil menggunakan agennya, Hatta Rajasa untuk memasukkan 60% nama menteri di kabinet.
Maka semakin kuatlah cengkeraman kuku mafia migas menguasai negeri ini. Terjadi simbiosis mutualisme antara penguasa dan mafia.
Mengapa para para petinggi itu mau diperalat oleh Riza Chalid? Jawabnya sederhana, sebagai politikus mereka butuh uang utk meraih kekuasaan.
Sementara Riza Chalid sendiri perlu mengamankan kepentingan bisnisnya. Kebijakan pemerintah yg berpihak pada mafia adlh salah satu bentuknya.
Jadi jangan heran jika sejak puluhan tahun lalu tidak pernah terjadi lagi peningkatan produksi minyak kita.
Karena memang tidak ada kebijakan yg mendorong eksploitasi. Dg kata lain, makin besar impor makin untung para mafia ini.
Jangan heran pula tidak ada upaya penambahan kilang2 baru utk mengolah minyak mentah dalam negeri.
Karena lebih menguntungkan mereka jika minyak mentah kita dijual murah ke singapura dan diproses disana lalu kita impor lagi sbg BBM.
Ingat bisnis mereka dari monopoli import Petral, oleh karenanya mereka upayakan segala cara agar Indonesia makin tergantung pd import.
Memasuki pilpres kali ini merekapun tidak tinggal diam. Riza Chalid perlu memastikan pemenangnya adalah pihak yg sesuai kepentingan mereka.
Jika dicermati baik2 platform PAN di bidang SDA maka kita bisa menarik garis merahnya Platform PAN mirip era Soeharto dimana Negara berkuasa langsung lewat BUMN. Tapi dibalik itu operasional ditangan mitra strategis.
Platform PAN dibidang SDA itu terlihat sekali merupakan titipan kepentingan para mafia migas.
Sebab monopoli (atau mungkin lebih tepat oligopoli) tetap bisa berjalan. Mereka tidak menginginkan adanya kompetisi yg sehat dlm bisnis ini.
Itulah sebabnya mengapa dlm beberapa kesempatan Hatta Rajasa menekankan pentingnya platform dibidang SDA dlm menjalin koalisi.
Sebab Hatta Rajasa adalah kaki tangan Muhammad Riza Chalid yg ingin memastikan bisnisnya tidak terganggu oleh pergantian pemerintah.
Itulah pula sebabnya mengapa Prabowo memilih Hatta Rajasa sebagai cawapresnya. Karena dia disupport oleh amunisi yg tak terbatas!
Hatta Rajasa bukanlah capres yg populer. Partainya pun gagal total dalam pileg kemarin. Mengapa Prabowo malah memilih dia?
Jika alasan Prabowo adalah seperti yg disampaikan Prabowo, krn prestasi2 Hatta Rajasa. Emangnya apa prestasi beliau selama ini?
Sesungguhnya yg diincar pertama adalah Jokowi sbg capres paling populer. Namun Jokowi menolak mentah2 platform yg merugikan rakyat ini.
Mk mendekatlah ke Prabowo. Mendapat mitra dg amunisi tak terbatas tentu saja sangat diterima Prabowo. Persetan dg keberatan PKS dan PPP.
Tidak heran jika ada tudingan kubu Prabowo-Hatta punya amunisi hingga 100 Trilyun utk pilpres kali ini http://t.co/goXqpIx3xw
Apakah benar Muhammad Riza Chalid berada dibelakang Hatta Rajasa? Apa buktinya dia punya hubungan khusus dg HR?
HR sendiri tak menampik dekat dg sang mafia: "Kalau masalah dekat dengan Riza Chalid, terus kenapa kalau ada hubungan dekat"
Dan bukti tak terbantahkan Riza Chalid beberapa kali datang ke Rumah Polonia. Berdiskusi langsung dg timses Prabowo-Hatta
Ini foto Riza Chalid sedang berbicara dg Letjen Burhanudin anggota timses di rumah Polonia http://t.co/UpSjWvpCDO
Pertanyaannya, untuk apa sang mafia migas ada di rumah Polonia? Sekedar silaturahim?
Jelas sudah apa yg akan terjadi jika Prabowo-Hatta sampai berkuasa di negeri ini. Negeri ini akan berada dibawah jeratan mafia!
Baik Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta punya visi misi utk menghapus subsidi BBM yg memberatkan perekonomian negara.
Namun satu pihak akan lakukan efisiensi sementara pihak lain adalah kaki tangan mafia yg menjadi penyebab dari inefisiensi.
Taruhlah sama2 akan menghapus subsidi BBM. Tentu Jokowi-JK akan melawan mafia migas agar harga beli masyarakat tidak terlalu tinggi
Lalu apa yg akan dilakukan oleh Prabowo-Hatta jika saat inipun sudah berada dibawah cengkeraman mafia migas?
Yang terjadi justru kita akan semakin bergantung pada import dan 2018 kita akan benar2 menjadi importir minyak terbesar di dunia.
Sebab Muhammad Riza Chalid sangat berkepentingan agar bangsa ini tidak pernah mandiri dalam bidang energi.
Betapa tidak, makin besar import migas kita akan semakin menguntungkan bisnisnya.
Menjanjikan kemandirian energi dengan kampanye yg dibiayai oleh mafia migas adalah lelucon murahan.
Menjanjikan penguasaan SDA oleh negara dg kampanye yg dibiayai mafia monopoli import BUMN adalah lelucon kejam.
Atau SDA kita dikuasai oleh segelintir mafia yg berkuasa terhadap pemimpin kita?
Janji bisa bohong tapi rekam jejak tidak. Perhatikan baik2 dengan siapa mereka bersekutu untuk memenuhi janjinya itu.
Jangan sampai kita tergiur janji surga oleh pihak yg bersekutu dg setan. Jangan sampai kita memilih pemimpin yg bersekutu dg mafia.
Sekian kultwit kami. Semoga mencerahkan dan menambah wawasan kita semua. Waspadalah!

By. PS



















"Apa saya cukup punya nyali," tanya Prabowo, "apa saya siap jika disebut 'diktator fasis'?"

Oleh Allan Nairn

Tangal 9 Juli, Indonesia, negeri dengan kepadatan penduduk berperingkat keempat sedunia, akan mengadakan pemilu. Pemilu kali ini berpotensi menaikkan Jenderal (purn) Prabowo Subianto ke kursi kepresidenan.
Jenderal Prabowo, kakak kandung seorang milyarder, adalah bekas menantu dari diktator Suharto. Orang yang dilatih oleh dan mendapat sokongan dari Amerika ini terlibat dalam kasus-kasus penyiksaan, penculikan, dan pembantaian massal.
Pada bulan Juni dan Juli 2001, saya berbincang-bincang dengan Prabowo. 
Kami berjumpa di kantor perusahaannya di Mega Kuningan, Jakarta.
Saya menawarkan kepadanya wawancara anonim (tanpa nama). 
Waktu itu saya tengah menyelidiki sejumlah kasus pembunuhan yang terjadi baru-baru itu. Ia rupa-rupanya melibatkan tentara Indonesia. Saya berharap pembicaraan off-the-record antara saya dan Jendral Prabowo bisa mengungkap detail dari kasus-kasus tersebut. 
Awalnya saya kecewa. Prabowo hampir tidak memberikan keterangan yang membantu mengenai pembunuhan-pembunuhan itu . 
Namun akhirnya kami malah mengobrol selama nyaris empat jam. 
Kesan yang saya tangkap waktu itu, Prabowo mengeluarkan komentar-komentar yang tidak bersangkutan. 
Prabowo berbicara tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh TNI/ABRI, serta hubungan antara dirinya dengan Pentagon dan Intelijen Amerika yang sudah berlangsung lama dan tertutup.
Di masa itu, ia sama sekali tidak berkuasa dan terisolir secara politis. Jenderal-jenderal lain adalah ancamannya.
Namun karena saat ini Prabowo nyaris merebut kekuasaan, saya kembali memeriksa catatan-catatan wawancara saya.  Saya jadi sadar bahwa apa yang ia katakan pada waktu itu menjadi relevan di saat ini.
-----
Saya telah mencoba menghubungi Jenderal Prabowo. Saya ingin meminta izin untuk membahas komentar-komentarnya di muka publik. Saya tidak mendapat balasan dan saya pun memutuskan untuk meneruskan rencana tersebut. 
Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas yang saya janjikan ke Prabowo, tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar jika rakyat Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara tanpa mengetahui fakta-fakta penting yang selama ini tidak bisa mereka akses.
-----
Saat itu saya dan Prabowo berdiskusi panjang tentang pembantaian Santa Cruz.  
Dalam pembantaian tersebut, militer Indonesia membunuh setidaknya 271 penduduk sipil.  
Kejadiannya berlangsung pada 12 November 1991 di Dili, di sebelah luar area pemakaman yang dipadati laki-laki, perempuan dan anak-anak.  Di tahun itu, Timor-Timur masih merupakan wilayah yang diduduki oleh militer Indonesia. 
Kebetulan saya ada di sana ketika pembantaian itu terjadi. Saya selamat.  
Prabowo mengatakan kepada saya bahwa perintah membunuh itu "goblok" [“imbecilic”]. (Dia katakan bahwa ia sempat mengira perintah tersebut datang dari Jenderal Benny Murdani, tapi ia sendiri tidak yakin.)
Keberatan Prabowo bukan pada kenyataan bahwa militer Indonesia telah membunuh warga sipil, tapi pada fakta  bahwa pembunuhan tersebut dilakukan di hadapan saya dan saksi-saksi lainnya yang bisa melaporkan kasus tersebut dan menggerakan suara dunia internasional. 
“Santa Cruz mematikan kami secara politis!” suara Prabowo meninggi. “Di situlah kekalahan kami” [“Santa Cruz killed us politically!,” Prabowo exclained. “It was the defeat!”].
“Anda tidak semestinya membunuh warga sipil di depan pers internasional,” ujar Jenderal Prabowo. “Komandan-komandan itu bisa saja membantai di desa-desa terpencil sehingga tak diketahui siapapun, tapi bukan di ibukota provinsi!” [“You don’t massacre civilians in front of the world press,” General Prabowo said.  “Maybe commanders do it in villages where no one will ever know, but not in the provincial capital!”].
Pernyataan tersebut jadi semacam pengakuan bahwa militer terbiasa melakukan pembantaian. Pernyataan itu juga membuktikan bahwa Prabowo tidak berkeberatan jika pembantaian dilakukan di tempat-tempat yang  “tak diketahui siapapun” [“where no one will ever know”].
Pada bulan September 1983, serangkaian pembantaian serupa terjadi di desa terpencil Kraras yang terletak di  gunung Bibileu, Timor Leste.
Di kemudian hari, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Timur yang disokong PBB (CAVR) melaporkan pembantaian Kraras:
"421. Komisi menerima bukti bahwa Prabowo ditempatkan di sektor bagian timur Timor-Leste saat itu. Beberapa sumber menyatakan kepada Komisi bahwa Prabowo terlibat dalam operasi untuk membawa penduduk sipil turun dari Gunung Bibeleu, dimana tidak lama kemudian beberapa ratus orang dibunuh ABRI. Komisi juga menerima bukti keterlibatan Kopassus dalam pembunuhan-pembunuhan ini (lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa).” 
Seiring Suharto terus menaikkan pangkat Prabowo, komando-komando sang jenderal kian nyata jejaknya dalam sejumlah pembantaian massal lainnya.  Salah satunya adalah pembantaian massal di Papua Barat. Dalam kasus tersebut, para anak buah Prabowo menyamar sebagai anggota Palang Merah Internasional (ICRC). Operasi rahasia ini juga terdengar sampai Jakarta, kota dimana mereka menghilangkan aktivis-aktivis pro-demokrasi.  
-----
Fakta bahwa saya dan Prabowo sepakat untuk duduk bersama pun agak ganjil.  
Saya sendiri sebelumnya telah menyerukan agar Prabowo diadili dan dipenjarakan bersama-sama para sponsor Amerika-nya. Saya juga ikut serta menggalang kampanye di akar rumput guna  menuntut pemerintah AS memutus bantuannya kepada militer Indonesia. Kampanye ini berhasil. Saya dilarang masuk ke Indonesia, karena dinyatakan sebagai "ancaman bagi keamanan nasional", sementara para anak buah Jenderal Prabowo telah menyiksa teman-teman saya. 
Tapi bagi saya pribadi, saya telah berhitung dengan cermat bahwa pembicaraan bersama Prabowo tidak akan sia-sia, jika kasus-kasus pembunuhan yang masih segar kala itu terbantu pemecahannya. 
Saya tak tahu persis apa gunanya perbincangan tersebut untuk Prabowo. Namun, saya mendapat kesan bahwa ia menikmati kesempatan untuk membicarakan profesinya, serta bertukar pikiran dengan seorang musuh.  
-----
Saat itu, dua tahun setelah Soeharto jatuh, Indonesia memiliki presiden sipil. 
Abdurrachman Wahid, dikenal sebagai Gus Dur, adalah seorang ulama yang secara hukum dinyatakan buta.
Militer Indonesia merongrong otoritas presiden Gus Dur. Salah satu cara yang mereka tempuh adalah memfasilitasi serangan-serangan teror antar-etnis/agama di Maluku. Tiga minggu setelah pertemuan kedua saya dengan Prabowo, Gus Dur diberhentikan dan digulingkan dari kursi presiden. 
Kini Gus Dur seringkali dikenang dengan sukacita. Bahkan kampanye Prabowo pun memanfaatkan rekaman video pembicaraan Gus Dur.  
Namun dalam perbincangan tersebut, di hadapan saya Prabowo tak henti-hentinya mengecam Gus Dur dan demokrasi. 
“Indonesia belum siap untuk demokrasi,” kata Prabowo. "Di negara kami ini masih ada kanibal, masih ada kerumunan yang bikin rusuh"  [“Indonesia is not ready for democracy,” Prabowo said. “We still have cannibals, there are violent mobs.”].
Indonesia perlu, lanjut Prabowo, "rezim otoriter yang jinak" [“a benign authoritarian regime”].  Ia katakan bahwa keragaman etnis dan agama adalah penghalang demokrasi.
Mengenai Gus Dur, Prabowo mengatakan: 
"Militer pun bahkan tunduk pada presiden buta! Bayangkan! Coba lihat dia, bikin malu saja!" [“The military even obeys a blind president!  Imagine!  Look at him, he’s embarrasing!”].
"Lihat Tony Blair, Bush, Putin. Mereka muda, ganteng—dan sekarang presiden kita buta!" [“Look at Tony Blair, Bush, Putin.  Young, ganteng (handsome) -- and we have a blind man!”].
Prabowo menginginkan sosok yang berbeda. 
Dia menyebut Jenderal Pervez Musharraf dari Pakistan. 
Musharraf telah menangkap perdana menterinya yang sipil dan mendirikan kediktatoran. Prabowo menyatakan kekagumannya pada Musharraf. 
Prabowo kelihatan berpikir keras apakah dirinya sesuai dengan sosok yang ia bayangkan.  Apakah ia mampu menjadi Musharraf-nya Indonesia. 
"Apa saya cukup punya nyali," tanya Prabowo, "apa saya siap jika disebut 'diktator fasis'?" [“Do I have the guts,” Prabowo asked, “am I ready to be called a fascist dictator?”].
"Musharraf punya nyali," kata Prabowo. [“Musharraf had the guts,” Prabowo said.]
Terkait dirinya sendiri, Prabowo membiarkan pertanyaan tersebut tak terjawab. 
  
Bersambung ke Bagian 2: “Prabowo: ‘Saya anak kesayangan Amerika’ ['I was the Americans' fair-haired boy'] Sang Jenderal Nasionalis dan Intelijen Amerika”

Sumber: 
http://www.allannairn.org/2014/06/apa-saya-cukup-punya-nyali-tanya.html




Respon Allan Nairn atas beberapa tanggapan Tim Kampanye Prabowo - Hatta terkait tulisannya.



A Response and Several Challenges to General Prabowo


General Prabowo's campaign said today that the Indonesian Armed Forces (TNI) are ready to capture me, and claimed that I am part of a US government/business conspiracy against Prabowo.  (See reference links below).


Campaign spokesman Budi Purnomo is reported as saying that "Allan Nairn is a journalist who is known to not have a good relationship with the TNI [Indonesian Armed Forces].  He said that Allan has even been listed as having entered Indonesia illegally seven times.  'TNI has even said that they are going to capture Allan if they learn he has returned to Indonesia,' he stated."  ["Allan Nairn merupakan seorang jurnalis Amerika yang dikenal memiliki hubungan yang tidak baik dengan TNI. Menurutnya, Allan bahkan tercatat tujuh kali pernah masuk ke Indonesia secara ilegal.  'TNI bahkan pernah menyatakan akan menangkap Allan jika ia ketahuan kembali ke Indonesia,' jelasnya." (Merdeka.com, June 26, 2014)].   

I am currently in Indonesia so if the TNI would like to capture me, they can.  

(For background on Suharto/TNI banning me from Indonesia as "a threat to national security" see the previous postings about my discussions with General Prabowo).

If General Prabowo wants me to be captured because of what I've written about him, then I request that he say so himself.

As to the amusing charge that I am working with the US, anyone familiar with my work knows that I am an adversary of the US state and of US corporate interests.

One of my main criticisms of the US for the past 40 years has been of their practice of exploiting and killing poor people around the world, including in Indonesia.

I have publicly called for every living US president to be tried and jailed for sponsoring forces that kill civilians.

One of the many US-backed forces that kills civilians is the TNI, and General Prabowo was the US's closest protege in the TNI (Prabowo described himself to me as "the Americans' fair-haired boy").

In my view, the two most important facts about Prabowo are, first, that he killed civilians, and second, that he killed them while being sponsored by the United States.

I have some challenges for the general:

General Prabowo, will you join me in calling for the US Presidents to be put on trial?

And regarding US exploitation of Indonesia and the issue of mining contracts, General Prabowo, will you join me in calling for the expulsion of Freeport McMoRan from Indonesia?

As to my writing about Prabowo, it is accurate.  If the General wants to deny this, I invite him to face me in the Indonesian courts by filing criminal libel charges against me.

Allan Nairn


Links re. Prabowo campaign statements:
"Kubu Prabowo sebut Allan Nairn 7 kali masuk RI secara ilegal"
"Konspirasi Jurnalis Asing Tak Akan Gembosi Prabowo"
"Timses cium ada campur tangan AS jegal Prabowo"
"PKS: Amerika harus terima kalau Prabowo jadi presiden"