Akal-akalan Desa Demi Dapat Duit


Akal-akalan Desa Demi Dapat Duit
Jakarta:Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Agung Mulyana mengatakan banyak desa dan kecamatan yang memekarkan diri. Praktek ini semakin masif ditambah dengan adanya dana desa yang mulai digelontorkan tahun ini.

"Modusnya itu salah satunya, untuk dana desa, juga untuk konstituen. Ada juga yang karena konflik," ujar Agung di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Kamis, 12 Januari 2015. 

Menurut Agung, sebelum pemilu tahun lalu, kementeriannya telah memberlakukan moratorium untuk pemekaran desa dan kecamatan. Moraturium pemekaran desa dimaksudkan untuk memudahkan menyusun daftar lokasi tempat pemungutan suara dan mengetahui kebutuhan petugas pengawas tingkat kecamatan dan desa. 

Namun, saat pemilu usai, daerah meminta moratorium itu dicabut. "Setelah dicabut, permintaan pemekaran itu membludak," kata Agung. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 39 Tahun 2015 Tentang Jumlah Desa mencatat jumlah desa pada awal tahun 2013 hanya 72. 944, namun melonjak drastis tahun ini hingga mencapai 74.093. Sedangkan jumlah Kelurahan pada 2013 hanya 8.309 dan pada 2015 naik menjadi 8.412. Modus seperti ini, kata Agung, terjadi di hampir semua wilayah di Indonesia. "Jawa dan luar Jawa sama banyaknya," kata dia. 

Untuk mencegah pemekaran liar, kata Agung, lembaganya mengkodifikasi setiap desa dan kecamatan yang sudah terdaftar. Agung mengatakan, desa yang sudah terdaftar telah memiliki Nomor Kodifikasi Wilayah. "Di luar itu, berarti liar," ujarnya.

Agung mengatakan hanya kementeriannya yang memiliki instrumen untuk mencegah adanya desa-desa liar, Kementerian Desa, kata dia, tak ada wewenang untuk mencegah dana desa mengucur ke desa-desa yang tak terdaftar. "Mereka menyerahkan sama kami, karena mereka tak bisa menghalau," ujarnya. 

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Tarmizi Abdul Karim, mengatakan meskipun moratorium dicabut, tak berarti pemerintah membebaskan pemekaran desa dan kecamatan. Persyaratan pemekaran desa, kata Tarmizi, diperketat. "Semuanya ada panduannya dalam Undang-Undang Desa," katanya. 

Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 6 Tentang Desa, dijabarkan syarat-syarat pembentukan desa. Dalam beleid disebut ukuran pemekaran desa mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat des, serta kemampuan dan potensi desa, jumlah penduduk, wilayah, dan batas. 

Pengamat Pemerintahan Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan masalah seperti ini wajar adanya setelah beleid tentang desa disahkan. Menurut dia, yang lerlu diperkuat adalah komitmen pemerintah daerah supaya tidak bermain mata dengan para kepala desa. "Bisa saja dijadikan alat lobi-lobi, jadi kepala desa memberikan upeti ke kepala daerah supaya dimekarkan. Ini yang harus dihindari," ujar Endi.

Dana desa pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015, hanya sebesar Rp 9,1 triliun. Namun, dalam RAPBNP, jumlah tersebut naik hingga Rp 20,7 triliun. "Dana desa ibarat gula-gula, wajar semua merubung," ujarnya./tempo.co

0 komentar:

Post a Comment