Penjelasan Presiden SBY Terkait Polemik RUU Pilkada

Dua Jurus Penangkal UU Pilkada Versi Jimly Asshiddiqie
Setelah di bully di media sosial dan beberapa aksi penolakan UU Pilkada, publik menilai walk out Fraksi Pertai Demokrat pada saat Sidang Paripurna Pengesahan RUU Pilkada pada 26 September 2014 lalu merupakan kesalahan SBY bersama Partai Demokrat. Seandainya FPD tetap bertahan dan memilih opsi Pilkada langsung maka dipastikan Pilkada tetap langsung. Terkait hal tersebut, berikut penjelasan dari SBY seperti ditulis dalam akun fan fage FB:

Kemarin, saya lakukan konsolidasi internal PD dan pimpin Rapat Terbatas Kabinet untuk dapatkan solusi polemik UU Pilkada. *SBY*
Saya tangkap dan pahami kemarahan publik dan media dalam 5 hari ini. Izinkan saya 5 menit saja untuk menjawab.
Tahun 2011, Pemerintah identifikasi banyak ekses dari pilkada langsung, Kemendagri susun RUU Pilkada perubahan.
Desember 2011, saya tandatangani Amanat Presiden, tugaskan Mendagri & Menkum HAM utk bahas RUU tersebut bersama DPR RI.
Tahun 2012, ada silang pendapat antara yang setuju pilkada langsung & tidak. Tahun 2013, rata2 setuju pilkada langsung, di tingkat I & II.
Usai Pilpres 2014, peta berubah. KMP pilih pilkada DPRD, Koalisi PDIP pilih langsung. Posisi PD: pilkada langsung dengan 10 perbaikan.
Sekarang, siapa yang menginginkan Pilkada oleh DPRD? Jelas bukan SBY. Saya yakin sebagian besar rakyat pun tidak menginginkannya.
Tapi tanpa koreksi, Pilkada Langsung akan tetap membawa ekses & penyimpangan. Ini sebabnya PD bersikeras untuk memajukan 10 perbaikan.
SBY & PD berjuang habis untuk Pilkada Langsung dengan Perbaikan, tetapi opsi ini ditolak oleh kedua kubu di DPR.
Setelah opsi PD ditolak berkali-kali, belakangan seolah ada yang setuju. Tetapi ketika PD minta opsi ini untuk divoting, ditolak juga.
Saat kritis jelang voting, saya minta Menko Polhukam hubungi @pramonoanung pimpinan sidang dr PDIP, agar PDIP & PD gabung dalam 1 opsi.
Meski punya suara terbesar, PD mengalah untuk gabungkan opsi dengan PDIP demi kepentingan rakyat. Tapi katanya voting sudah dimulai.
Proses politik di DPR yang panas & cepat itu tidak sepenuhnya saya 
ketahui, karena faktor teknis. Saya dalam perjalanan dari New York ke DC.

Insya Allah, sampai kapan pun saya akan jaga amanah untuk berpolitik yang baik, tanpa agenda tersembunyi & niat buruk, apalagi menipu.
Demokrat tidak diuntungkan dengan pilkada DPRD. Suara Demokrat hanya 10%.
Partai mana yg usulkan? Siapa yang diuntungkan dengan pilkada DPRD? Ya tentu partai-partai besar.
Kalau mereka berniat membuat Pilkada oleh DPRD itu untuk bagi-bagi kursi Gubernur, Bupati & Walikota, rakyat kita dikemanakan?
Posisi saya sangat jelas: Saya tidak pilih Pilkada oleh DPRD, karena kemungkinan politik uang akan jauh lebih besar.
Calon Kepala Daerah yang akan dipilih DPRD, ditetapkan para elite partai. Calon-calon ini belum tentu sesuai kehendak rakyat.
Pilihan di DPRD bisa transaksional. Calon Gubernur, Bupati & Walikota lebih ditentukan oleh para Ketua Umum Partai.
Saya juga tidak setuju jika Pilkada Langsung yang kita jalankan selama ini tidak ada perbaikan yang mendasar. Terbukti banyak penyimpangannya.
Ada 10 Perbaikan Besar yang saya & PD usulkan, agar Pilkada Langsung kita makin berkualitas dan terbebas dari ekses buruk.
Dengan uji publik, dapat dicegah Calon dengan integritas buruk & kemampuan rendah, tapi maju karena hubungan keluarga semata dengan "incumbent".
(2) Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan, karena dirasakan terlalu besar.
(3) Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka, agar hemat biaya dan mencegah benturan antar massa.
(4) Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yang sering disalahgunakan. Tujuannya untuk mencegah korupsi.
(5) Melarang politik uang, termasuk serangan fajar & bayar parpol yang mengusung. Banyak yang korupsi untuk tutup biaya pengeluaran seperti ini.
(6) Melarang fitnah & kampanye hitam, karena bisa menyesatkan publik, sehingga perlu diberikan sanksi hukum.
(7) Melarang pelibatan aparat birokrasi. Banyak Calon yg menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas mereka.
(8) Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca Pilkada, karena yang terpilih merasa tidak didukung oleh aparat birokrasi itu.
(9) Menyelesaikan sengketa hasil Pilkada yang akuntabel, pasti & tidak berlarut-larut. Perlu pengawasan sendiri agar tidak terjadi korupsi.
(10) Mencegah kekerasan & menuntut tanggung jawab Calon atas kepatuhan hukum pendukungnya. Banyak kasus perusakan karena tidak puas.
10 Perbaikan Besar itulah yang harus masuk dalam UU Pilkada yang baru. Yang melanggar mesti diberikan sanksi hukum yang tegas.
Realitasnya, DPR telah tetapkan Pilkada oleh DPRD. Karenanya, saya tengah berupaya agar sistem Pilkada ini tidak diberlakukan.
Saya tengah berkonsultasi dengan Tim ahli hukum tata negara tentang jalan konstitusional apa yang harus saya tempuh.
Salah satu opsi yang dapat ditempuh adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Saya akan terus berjuang, sekarang & kapanpun, karena Pilkada oleh DPRD saya nilai lebih buruk dari Pilkada Langsung dengan Perbaikan.
Mari kita berdoa agar proses ini berjalan lancar demi terwujudnya demokrasi yang kita cita-citakan.



0 komentar:

Post a Comment