Mengenal Sisi Lain Joko Widodo dari Buku Spirit Bantaran Kali Anyar

Ir. H. Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta

Bapak Ir. H. Joko Widodo atau yang biasa dipanggil Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta (Solo) yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kepemimpinan  Joko Widodo membawa inspirasi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang merindukan sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Gaya kepemimpinan dengan turun langsung bertemu masyarakat (blusukan) merupakan cara mendekatkan pemimpin dan rakyatnya.  

Cober buku Jokowi Spirit Bantaran Kali Anyar oleh Domu D. Ambarita, dkk

Elex Media Komputindo melaunching buku Jokowi, Spirit Bantaran Kali Anyar, di Toko Buku Gramedia, Matraman, Jakarta, Jumat (14/9/2012).Launching buku yang semula rencananya akan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo secara langsung ini, berlangsung meriah dan dihadiri oleh Ibunda Jokowi, Sujiatmi Notomihardjo.
Buku yang ditulis oleh Domuara D. Ambarita, Albert Joko, Yogi Gustaman, Ade Rizal Aviyanto, dan FX Ismanto ini mencoba menghadirkan sosok Joko Widodo dalam sudut pandang yang berbeda.
Sujiatmi Notomihardjo, Ibunda Joko Widodo
Tim penulis yang merupakan para pekerja media di Tribun Network menghabiskan banyak waktu bersama Jokowi sehingga menghasilkan kisah-kisah yang mendalam belum pernah terungkap dari seorang Jokowi.Buku setebal 257 halaman ini memuat rangkuman kehidupan Jokowi. Mengungkap kehidupan pribadi sampai dengan perjalanan karir politik Jokowi yang fenomenal. Termasuk, berbagai kisah kepemimpinan dan teladan yang sudah diperlihatkan Jokowi sejak kecil.
Buku ini menghadirkan spirit kepemimpinan Jokowi yang sudah terlihat sejak masa kecilnya. Kisah-kisah lucu diseputar kehidupan sang calon gubernur, serta kenangan orang-orang di dekat Jokowi yang pernah punya sejarah dengannya.
Dalam buku yang pengantarnya ditulis oleh Mantan Presiden RI dan Ketua Umum PDI Perjuangan ini juga dijabarkan beragam kisah kesuksesan dan reportase-reportase yang belum terungkap dari seorang Jokowi, sang spirit dari bantaran Kali Anyar.
Dalam sabutannya pada acara Launching buku ini Sujiatmi menuturkan bahwa dirinya sama sekali tidak menyangka putra sulungnya itu akan menjadi seorang Walikota, apalagi menjadi Gubernur. "Ditaksirnya itu jadi pengusaha kayu, soalnya kakeknya, pakdenya kan pengusaha kayu, bapaknya juga tapi tidak  besar," tutur Sujiatmi.

Badan kurus, stamina oke.
Banyak orang bertanya-tanya, apa rahasia stamina oke Joko Widodo (Jokowi), calon gubernur Jakarta itu?
Kalau melihat postur badannya yang kurus, tapi anehnya Jokowi seolah tiada pernah kehabisan energi mengunjungi warga dengan frekuensi tinggi tiap harinya. Jokowi juga jarang sakit. "Pak Jokowi itu juga tahan lapar," celetuk Basuki Purnama alias Ahok, Calon Wakil Gubernur Jakarta, pendamping Jokowi, suatu ketika.
Rupanya, ada ramuan jamu khusus pembangkit stamina Jokowi yang diracik istri tercinta. Seperti apa jamunya? Baca buku "Jokowi, Spirit Bantaran Kali Anyar" karya Domu D Ambarita yang diluncurkan di Toko Buku Gramedia Matraman Jakarta, Jumat (14/9/2012).  
Buku yang pengerjaannya juga dibantu Albert Joko, Yogi Gustaman dan Ade Rizal Aviyanto ini memang banyak mengungkap 'The Untold Stories" seputar Jokowi di luar sepak terjangnya di panggung politik nasional maupun lokal (Solo).
Seperti sikap Jokowi ketika pengawalnya kecopetan. Ada juga kisah menarik tangan Jokowi yang ada luka membekas akibat cakaran kuku.
Tak banyak yang tahu, di Solo Jokowi mencopoti sejumah bawahannya yang nakal, termasuk di jajaran lurah. Juga, tentang cerita menarik tujuh lelaki 'kutilang' (kurus tinggi langsing) ini tak pernah mengambil gajinya serta menolak kawalan ketat  mobil Voorijder saat menjalankan tugas sebagai Walikota Solo?
Dengan postur badan menjulang tinggi, ternyata berat badan Joko Widodo (Jokowi) cuma 53 kilogram.
Bisa dibayangkan dong, betapa tak idealnya berat badan Gubernur Jakarta Terpilih ini. Rupanya, kurusnya badan Jokowi ini menyisakan banyak cerita lucu dan sering jadi bahan guyonan teman-teman dekatnya.
Salah satunya, Wakil Wali Kota Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo. Ketika ditemui penulis buku "Jokowi, Spirit Bantaran Kali Anyar" di rumah dinas di Jalan Gajah Mada, Senin (20/8/2012) sore silam, Rudyatmo bertutur, mereka berdua sebenarnya punya kesamaan.
"Kami tampaknya sama, tinggal di bantaran kali dan pernah jadi korban gusuran," kata Rudy, Ketua DPC PDI Perjuangan Solo. Terkait kurusnya badan Jokowi, Rudy memiliki pengalaman unik saat berkampanye pada pemilihan wali kota Solo tahun 2005.
"Pak Jokowi pernah tertinggal, waktu kampanye pertama. Di daerah Adipito, Adingipang. Saya yang membonceng beliau pakai motor. Saya kira dia sudah naik, ternyata karena kurus, Pak Jokowi masih tertinggal tapi tidak terasa. Karena kurus, naik atau tidak, rasanya sama saja. Hahahaaa... Ternyata dia tertinggal 500 meter di belakang! " kata Rudy, terbahak.
Ketika ditanyakan mengenai perangai kerja keras Jokowi selama tujuh tahun menjabat wali kota, Rudy pun membenarkannya. "Kami 24 jam bekerja. Sering sekali, misalnya ada banjir, saya tahu duluan karena orang lapangan. Yang lain belum tahu, saya sudah kasih tahu Pak Wali. Wali segera meluncur ke lapangan, dan saya sudah di lokasi bencara, menunggu," kata laki-laki berkumis lebat ini.
Kerja keras yang mereka lakukan ini adalah sebagai perwujudan pemimpin yang datang untuk melayani, bukan dilayani. Bahkan sejak masa kampanye periode pertama, tujuh tahun silam, mereka bekerja seperti dilakukan di Jakarta. Mengunjungi dan berdialog dengan warga ke permukiman, bahkan ke tempat kumuh sekalipun.
"Kami masuk ke gang miring, gang bau, dan gang bungkuk. Di sebut gang miring bukan karena letaknya miring, tapi karena betul-betul sempit sehingga untuk masuk saja badan harus dimiringkan. Dan gang bungkuk, untuk bisa masuk harus membungkuk di antara bangunan kumuh dan bau," kenang Rudy.
Selama lima tahun pertama, Jokowi bekerja melayani warga Solo. Membuat bermacam gebrakan, memberi pendidikan dan pengobatan gratis bagi rakyat miskin, memindahkan PKL melalui diplomasi meja makan sebelum memindahkan mereka ke tempat lain, serta kegiatan lainnya.
Seturut dengan perjalanan waktu dan komunikasi yang cukup intens, Rudy menyimpulkan pribadi Jokowi sebagai orang yang low profile, tegas tanpa harus keras, tegas namun bukan kekerasan yang dikedepankan.
"Saya mau mengajak Jokowi untuk berbuat kepada masyarakyat. Dan dia memang mengatakan ingin berbuat juga, karena dia belum pernah berorganisasi dari sekolah sampai kuliah. Karena lima tahun pertama kami bekerja untuk warga Solo, maka pada pemilihan periode kedua, kami tidak ada kampanye, tapi terpilih lagi," kata Rudy, politisi kawakan yang sudah 36 tahun bergabung PDIP, sebelumnya bernama PDI.


Rumah di gusur, tiga kali pindah kontrakkan
Tak perlu ragu apakah Joko Widodo (Jokowi) akan serius bekerja hingga demi kebaikan Jakarta. Postur 'kutilang' (kurus tinggi langsing) Gubernur Jakarta terpilih ini sudah jadi bukti kalau Jokowi sampai lupa makan karena larut memikirkan tugas negara.
Mau tahu berat badan Jokowi saat ini?
"Badan saya tinggal ini. Sekarang berat badan saya tinggal 53 kilo, udah kurus, habis karena bekerja terus. Saya memang bekerja, dan bekerjanya di lapangan terus, karena sudah terbiasa begitu. Kalau nanti jadi (Gubernur DKI, - penulis) yang bisa disuruh lebih kerja keras lagi itu si Ahok, berat badannya masih bisa diturunkan," Jokowi bertutur, sebagaimana dikutip buku "Jokowi, Spirit Bantaran Kali Anyaran" terbitan PT Elex Media Komputindo.
Sepenggal kutipan itu diucapkan Jokowi saat menemui relawan dari unsur komunitas perantau di Jakarta, dalam acara yang dilaksanakan di markas Jokowi Center di Jl. Ki Mangun Sarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/8/2012) silam.
Ya, Joko Widodo memang super sibuk. Apalagi sejak awal tahun 2012, tepatnya setelah dia diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan sejumlah partai non-parlemen lainnya, untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta periode 2012-2018.
Pada pemungutan suara putaran pertama 11 Juli 2012, di luar dugaan publik atas dasar ekspose hasil penelitian lembaga survei, Jokowi yang berpasangan dengan mantan Bupati Belitung Timur, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, keluar sebagai peraih suara terbanyak. Selain menyingkirkan empat pasangan calon lainnya yang diusung partai-partai besar, Jokowi-Ahok juga mengungguli calon petahana (incumbent), Fauzi Bowo (Foke) - Nachrowi Ramli (Nara).
Lebih fantastis lagi, di putaran kedua Pilkada Jakarta, 20 September 2012, Jokowi mencetak angka berbalikan dibanding Foke. Jokowi 54 persen lebih, sementara Foke 45 persen lebih versi sebuah Quick Count, alias berselisih lebih tinggi sembilan persen!
Banyak orang bertanya, bagaimana ia membagi energinya sebagai Walikota Solo dan memikirkan pemenangan Pilkada Jakarta?
"Sabtu - Minggu saya ada di Jakarta, sedangkan Senin-Jumat saya di Solo," kata Jokowi. Dia wara-wiri Solo-Jakarta menggunakan pesawat terbang, yang ongkosnya menggunakan dana pribadi, yang ia peroleh selaku pengusaha ekspor-impor mebel, bukan memanfaatkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Surakarta.
Dalam administrasi pemerintahan, kota yang dipimpinnya disebut Surakarta, tetapi masyarakat lebih mengenal kota perjuangan ini dengan sebutan Solo. Jumat sore, biasanya dia sudah tiba di Jakarta untuk melaksanakan kegiatan yang sangat padat, terutama berkunjung ke kampung-kampung dan gang-gang hunian warga, mengenalkan diri dan menyosialisasikan ide-ide serta program kerja.
Menurut Jokowi, usaha dan kerja keras yang dia lakukan adalah untuk sungguh-sungguh merealisasikan janjinya kepada warga Solo, yakni sebagai pemimpin yang melayani, bukan dilayani. "Memimpin harus dengan hati. Pertama-tama memangku warga, memanusiakan, meperlakukan mereka sebagai manusia, bukan sebagai sampah," kata Jokowi.
 Buku "Jokowi, Spirit Bantaran Kali Anyar" memang berusaha lebih banyak mengulas kiprah Jokowi di luar panggung politik.
Dari sekitar 25 orang yang ditemui dan diwawancara penulis, antara lain warga, pedagang kaki lima, teman sepermainan sejak SD sampai SMP, teman satu sekolah, mantan guru, mantan pengasuh, hingga pejabat Pemkot Solo, Jokowi dilihat sebagai seorang pemimpin yang rendah hati dan pendiam. Walau begitu, Jokowi dianggap sebagai pemimpin besar yang berhasil, pejabat yang merakyat, peduli, bersih, dan antikorupsi.
Mengenai penilaian terhadap keberhasilannya, Jokowi berkata, "Saya pekerja, bukan politisi. Saya hanya berkerja dan bekerja. Saya tidak peduli penilaian orang, mau jelek, mau gagal, mau berhasil, yang penting saya bekerja."
Kepemimpinan yang dimiliki itu bukan turun dari langit, namun terinternalisasi seiring sejalan dengan pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam hidupnya. "Saya ini orang miskin, anak tukang kayu. Masa kecil saya, kami tinggal di bantaran kali. Tiga kali orangtua saya berpindah-pindah, mengontrak, karena tidak  punya rumah. Waktu di bantaran kali itu juga, rumah kami digusur pemerintah Solo, dan tidak diganti rugi. Itu semua memengaruhi saya," kata Jokowi.
Dia menambahkan, "Pemimpin yang lahir dalam keluarga kaya raya, dengan orang miskin tentu beda. Omongan boleh dibuat-buat, tetapi gestur tubuh dan mimiknya tidak bisa berbohong," kata Jokowi kepada penulis saat berada di mobil dinas wali kota Solo dalam perjalanan dari Terminal Tironadi di Jalan Ahmad Yani, menuju rumah dinas di Loji Gandrung, Jalan Slamet Riyadi.
Kalau ada orang lain yang menilai karyanya sebagai orang sukses, Jokowi tidak melarang. "Saya tidak mau memuji diri sendiri, tidak baik," kata laki-laki yang sudah 7 tahun memimpin kota Solo. Wali kota yang berpasangan dengan FX. Hadi Rudyatmo ini terpilih sejak 2005, dan terpilih lagi tahun 2010. Mereka berdua memimpin dengan tanpa mengambil gaji untuk dibawa ke rumah.
Struk gaji  ditandatangani, tetapi pengelolaan uang itu berada sepenuhnya di tangan sekretaris, yang kegunaannya pun seutuhnya diberikan untuk bantuan warga.  Bekerja tanpa pamrih, Jokowi tidak mau disebut pekerjaannya sebagai wali kota dikatakan sebagai bentuk pengabdian.
"Jangan pengabdian, terlalu tinggi. Kalau yang tinggi-tinggi, pengabdian, untuk politisi saja, sedangkan saya orang kerja. Terlalu tinggi pengabdian buat saya," kata Jokowi yang tidak berkenan disebut sebagai politisi.

Pernah gagal masuk SMA favorit
Punya cita-cita setinggi langit boleh saja, asal tetap realistis. Kalau tidak, akibatnya bisa seperti nestapa yang dialami Joko Widodo (Jokowi) di masa remajanya.
Setelah lulus dari sekolah favorit, SMP Negeri 1 Surakarta (Solo), teman-teman dekatnya melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Solo. Sekolah yang juga punya nama dan menjadi incaran siswa baru di kota itu, termasuk Jokowi.
Namun ambisi Jokowi, nama pemberian pembeli mebel warga Negara Prancis, Mircl Romaknan, kandas. Ia terdepak dari siswa yang berhak duduk di SMA 1, dan harus bersekolah di SMA 6 Solo. Saat itu, SMA 6 adalah SMA negeri terbaru di Solo.  "Waktu tidak masuk di SMA 1, dia sudah murung kok. Dia di kamar saja, tidak mau keluar. Keluar kalau mau ke sekolah tok. Bahkan sampai dia sakit, panas, tipus," kata Sujiatmi, ibunda Jokowi, ketika ditemui di kediamannya kawasan Sumber, Jalan Plaret Raya, Solo, Sabtu 18/8/2012) pagi.
Jokowi yang duduk di samping Sujiatmi di bangku panjang berbahan jati menimpali. "Itulah, saya pernah gagal, sekali di sekolah," ujar pendiri perusahaan mebel PT Rakabu dan PT Rakabu Sejahtera, perusahaan ekspor mebel yang berbasis di Solo.
Jokowi gagal melewati proses seleksi melalui ujian masuk sekolah, bukan seperti sekarang yang menggunakan patokan nilai ujian nasional. "Dulu ngertilah, mungkin ada permainan. Saya lulus SMP 1, nilai bagus. Saya ingin masuk sekolah favorit. Saya hampir setengah tahun, murung, ngurung diri di kamar terus. Tidak selera sekolah. Baru kelas dua dan kelas tiga, rajin, ngebut," kata Jokowi.
Laki-laki dengan tinggi badan 175 sentimeter dan berat 53 kilo ini baru semangat belajar setelah motivasinya dilecut sang ibu. Ibunya menasihati, agar Jokowi rajin belajar jika ingin meraih cita-cita melanjut ke perguruan tinggi negeri favorit. "Setelah itu, saya belajar dengan baik, dengan motivasi agar saya bisa dapat di UGM," katanya.
Secara umum, menurut Sujiatmi, anaknya termasuk tekun belajar. Bahkan dia tidak perlu memaksanya untuk belajar. Dengan niat dan kemauannya sendiri, Jokowi rajin mempelajari buku-buku sekolah serta mengerjakan tugas dengan tepat waktu. Jokowi adalah anak penurut yang tidak perlu dijewer, pasti dia belajar sendiri. Dia juga termasuk anak yang rajin salat dan lancar mengaji.
Jokowi wajar kecewa dan malu masuk ke SMA Negeri 6. Sekolah itu berdiri tahun 1976 dengan nama Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) Nomor 40 Surakarta. Namun di masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat Daoed Joesoef, kebijakan dan kurikulum diubah, nama SMPP diubah menjadi SMA. Awalnya, masih satu dengan SMA Negeri 5, yang letaknya memang berdekatan.
Saat Joko remaja masuk SMA 6 tahun 1978, baru saja berubah status. "Jokowi adalah angkatan pertama dan lulusan pertama tahun 1980," ujar Slamet Suripto guru fisika yang selama tiga tahun mengajari Jokowi.
Menurut Slamet Suripto, saat itu, SMA 6 adalah SMA negeri terakhir di Solo. SMA 1 sampai SMA 6. Muridnya pun banyak. "Dan muridnya dianggap bodoh. Jadi guru betul-betul ngajar murid bodoh. Tidak seperti SMA 1 yang dikenal sebagai sekolah murid pintar, favorit. SMA 1 sekolah favorit, sedangkan SMA 6 sekolah paling jelek. Dan namanya SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan), jadi orang sering salah sangka, dikira SMP," ujar Slamet.
SMPP semula disiapkan untuk mendidik murid yang mau siap kerja, semacam sekolah menengah kejuruan (SMK) saat ini. Dengan sasaran itu, SMPP dibangun dengan banyak labortorium, misalnya laboratorium kayu, besi, mesin, listrik, IPS (mengetik), dan laboratorium pembukuan.
Akan tetapi, begitu Mendikbud Muhammad Mashuri digantikan Daud Joesof, saat itu semua SMPP disamaratakan menjadi SMA. Lalu nama sekolah SMPP ditulis dalam kurung SMA 6, karena banyak yang mengira SMP.
Selain mengingat sebagai sosok ulet dan rajin belajar, sosok Jokowi semakin membekas di ingatan Slamet karena muridnya itu lulus sebagai juara umum. Slamet Suripto juga mengaku bangga karena dapat melihat sosok pemimpin yang berintegritas, kaya namun tetap jujur dan sederhana, pada sosok Jokowi. Dia bangga karena ketika mengajar, termasuk di kelas Jokowi pada tahun 1978-1980, dia dan guru lainnya, selalu menyelipkan pesan moral.
Setiap guru mengajarkan filsafat kehidupan, mengajarkan kepada setiap anak didiknya untuk tetap berada pada jalur kehidupan yang mulia. Ya, walaupun dia guru Fisika, dia tetap berusaha untuk menyelipkan pendidikan tersebut sebagai bekal berperilaku dan tingkah pola anak didiknya setelah keluar ke masyarakat.
"Dia sudah menjalankan apa yang ada di hati saya. Misalnya menjadi pemimpin jujur, dia sudah jujur. Pemimpin yang memasyarakat, dia sudah memasyarakat. Jadi apa yang saya ajarkan dulu, sudah dia jalankan. Beda misalnya, korupsi. Tidak ada guru ngajari muridnya korupsi," kata pensiunan yang memasuki masa purnabakti pada tahun 2009 ini.
Murdi Suyitno, pensiunan guru Geografi SMA 6 yang pernah mengajar Jokowi, juga membanggakan berkas muridnya itu. "Lulusan dari SMA 6 banyak yang jadi pejabat, selain Jokowi, ada juga yang jadi camat Banjarsari, dan lain-lain," kata Murdi yang menjadi guru sejak 17 Agustus 1959, dan pensiun dari SMA 6 pada tahun 2000. (*)




0 komentar:

Post a Comment