Yang bilang penanganan Kecurangan Pilkada TSM bukan wewenang MK, adalah para pelaku kecurangan
Bicara
soal MK menangani masalah gugatan pilkada, maka bicara bukan lagi berdasarkan
"mau"nya MK tapi "mau"nya UU Pilkada. Karena peraturan MK
RI No.1 Tahun 2015 tentang Pedoman beracara dalam perkara perselisihan hasil
Pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota ini lahir dari pertimbangan UU No.8
tahun 2015 yaitu UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota.
|
Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 pada tanggal 19 Mei 2014 menyatakan
bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan
perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Tapi kewenangan ini dihidupkan
kembali di UU No. 8 Tahun 2015.
|
Saya tidak
bicara terlalu jauh mengenai perdebatan hasil putusan MK No. 97/PUU-XI/2013
dengan dikembalikannya posisi MK untuk menangani sengketa. Karena faktanya MK
sekarang ini yang menangani lagi sengketa pilkada adalah MK. Walaupun apa
yang diputuskan MK sudah benar karena di UUD 45 mengatur bahwa MK menangani
sengketa pemilu bukan pilkada. Itu clear..
|
Semakin
hari semakin berkembang opini bahwa pelanggaran Pemilihan kepala daerah
terkait pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) sudah bukan ranah
MK lagi, MK hanya akan menangani soal selisih angka. Itu yang sengaja
dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak ingin MK memasuki ranah itu. berbagai
dalil mereka keluarkan.
|
Tapi
apakah benar dalil itu? apakah benar MK tidak lagi menangani pelanggaran
Terstruktur, Sistematis dan masif (TSM)? Apa dalil mereka? Dalil mereka
adalah berdasarkan UU No. 8 Tahun 2015 Pasal 158. Ternyata apa yang mereka
dalilkan selama ini salah, karena MK wajib menangani pelanggaran Terstruktur,
Sistematis dan masif (TSM).
|
Pasal 158
ayat 1
|
Peserta
pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DAPAT mengajukan permohonan pembatalan
PENETAPAN HASIL PENGHITUNGAN suara dengan ketentuan......:
|
Pasal 158
ayat 2
|
Peserta
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota DAPAT
mengajukan permohonan pembatalan PENETAPAN HASIL PENGHITUNGAN perolehan suara
dengan ketentuan.......
|
Jelas
sekali ada kata dapat dan kalimat Penetapan hasil penghitungan di pasal 158
ini. Tapi apa yang membedakan dengan kata dan kalimat tersebut dengan
mematahkan dalil soal MK tidak tangani TSM?
|
Sekarang
kita lihat pada:
|
Pasal 156
ayat 1
|
Perselisihan
hasil Pemilihan adalah perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota dan peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan
|
Pasal 156
ayat 2 :
|
Perselisihan
penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat
mempengaruhi penetapan calon untuk maju ke putaran berikutnya atau penetapan
calon terpilih.
|
Di pasal
ini jelas ada kalimat Perselisihan hasil pemilihan juga ada kalimat; Penetapan
perolehan suara hasil pemilihan dan Mempengaruhi penetapan calon dan dipasal
ini ada kata Signifikan
|
Dimana
beda pasal 158 dan 156? Pada pasal 158 jelas mengatakan DAPAT, artinya bisa
atau boleh mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan. Jadi
hasil perhitungannya itu dapat dimohonkan untuk dibatalkan. Dan ketentuan
angka-angka dijabarkan di pasal 158 ini.
|
Kalau pada
pasal 156 jelas adalah perselisihan hasil pemilihan yaitu perselisihan
penetapan perolehan suara hasil pemilihan. Di pasal ini juga bicara soal
signifikan yang artinya penting yang bisa mempengaruhi penetapan calon.
|
Jadi
jangan salah bahwa untuk mengetahui kalah dan menang dalam pemilihan tidak
ada cara lain selain dari hasil suara. Jadi bicara hasil pemilihan adalah
bicara berapa banyak yang memilih. Bedanya ada pada apakah mau
mempermasalahkan soal hasil hitungan perolehan suara (Angka) atau soal
perselisihan hasil pemilihan? Memang kalau tidak cermat membacanya bisa tidak
temukan perbedaan ini.
|
Jadi pada
pasal 156 bicara soal perselisihan hasil pemilihan dan pada pasal 158 bicara
soal Hasil perhitungan perolehan. Jadi ini dua hal yang beda. Dan untuk
menguatkan perbedaan ini maka pada pasal 157 menjelaskan dengan sangat baik
perbedaan ini.
|
Pasal 157
ayat 1 :
|
Perkara
perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan
khusus.
|
Pasal
157 ayat 4 :
|
Peserta
Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah
Konstitusi.
|
Jelas
sekali bahwa perselisihan hasil pemilihan itu diperiksa dan diadili oleh
badan peradilan khusus dan permohonan pembatalan HASIL PENGHITUNGAN DAPAT
diajukan ke MK. Sudah sangat jelas bahwa ada 2 hal yang berbeda. Yang satu
soal hitungan angka dan yang satunya lagi soal perselisihan pemilihan. Dan
kedua-duanya dibedakan. Yang satu di Peradilan khusus dan yang satunya di MK.
|
Tapi kalau
peradilan khusus belum ada maka sesuai dengan pasal 157 ayat 3 kewenangan
untuk memeriksa dan mengadili dialihkan ke MK sampai terbentuknya badan
peradilan khusus itu. dan pengajuan permohonan ke MK itu wajib disertai
dengan keputusan KPU provinsi atau kabupaten/kota tentang hasil rekapitulasi
penghitungan suara. Jadi mau kasus; Hasil penghitungan atau kasus;
Perselisihan hasil Pemilihan (karena Peradilan khusus belum ada) kedua-duanya
harus membawa hasil rekapitulasi penghitungan suara.
|
Clear
bahwa perbedaan itu jelas ada dan sudah sangat dikuatkan pada pasal 157.
Kalau hal itu masih ditafsirkan sama saja oleh para penafsir pesanan, maka
pertanyaan saya kepada mereka adalah: Kalau itu sama saja kenapa harus dibuat
beda dan terpisah? Kalau dibuat beda dan terpisah artinya ada lebih dari 1
hal yang tidak sama.
|
Jadi jika
ada yang bilang bahwa soal TSM tidak masuk dalam ranah MK, memang benar!
Karena itu masuk didalam ranah Peradilan khusus. Tapi jika peradilan khusus
belum dibentuk maka soal TSM adalah wilayah MK untuk memeriksa dan mengadili.
Dan hingga kini peradilan khusus belum ada.
|
Opini soal
MK tidak menangani soal TSM ini terus berkembang sampai pada tahap mereka
memprediksi bahwa yang bakal diproses di MK hanya 20 permohonan lalu ada yang
bilang juga 11 permohonan dan ada malah yang memprediksi 4 permohonan saja.
|
Ini adalah
cara-cara kotor untuk menekan MK agar supaya MK melakukan tindakan diluar
dari aturan UU. Jika sampai MK melakukan hal itu maka dapat dipastikan MK
ikut bermain untuk tidak memberikan keadilan terhadap para pasangan calon dan
masuk bagian dalam mendukung pihak-pihak yang melakukan kecurangan.
|
Kalau
ditanya apakah jika MK tidak mengakomodir soal TSM maka dapat dipastikan MK
adalah para pemain yang berkedok hakim? Maka saya akan katakan 100 % anda
benar dan segera panggil KPK untuk memeriksa mereka.
|
TEDDY
GUSNAIDI
|
Pengamat
sosial dan politik
|
0 komentar:
Post a Comment