MK tidak salah, Karena UU memang memberikan kewenangan MK menjadi Mahkamah Kalkulator. Tapi....
MK
dituding sebagai Mahkamah Kalkulator. Banyak yang meminta MK untuk tidak
menjadi Mahkamah Kalkulator, dalam menangani sengketa Pilkada. Namun
sayangnya tudingan itu benar dan memang MK berdasarkan UU No.8 tahun 2015
diberikan kewenangan menjadi Mahkamah Kalkulator.
|
Jadi MK
tidak bisa juga atas desakan berbagai pihak lalu melakukan hal diluar dari
kewenangan yang diberikan UU. Berdasarkan pasal 158 UU No.8 Tahun 2015, MK
hanya diberikan kewenangan untuk menangani permohonan pembatalan penetapan
hasil penghitungan perolehan suara.
|
Kalau
dibilang Mahkamah Kalkulator, tidak salah. Memang MK diberikan kewenangan di
UU untuk menjadi Mahkamah kalkulator. Dan di UU hanya itulah
kewenangan MK, Di pasal157-158. Jadi mau dikatakan apapun, MK tetap akan
berpijak pada kewenangan yang diberikan.
|
Tidak bisa
hanya karena desakan kiri kanan lalu MK boleh melakukan tindakan diluar
kewenangannya. Tidak ada dasar hukumnya.
|
Lalu
bagaimana dengan kejahatan dan kecurangan pilkada yang terjadi? Apakah
dibiarkan begitu saja? Kemana harus mencari keadilan?Kecurangan
dan kejahatan yang Terstruktur, sistematis dan Masif (TSM) apakah hanya
dapatkan sanksi sosial dari masyarakat saja?
|
Di UU No.8
Tahun 2015 mengakomodir kecurangan TSM. Jika terjadi hal seperti itu, maka
perkarakan ke BADAN PERADILAN KHUSUS. Bukan ke MK.
|
Pada pasal
156 menyatakan Perselisihan hasil Pemilihan adalah Perselisihan penetapan
perolehan suara hasil Pemilihan. Pada pasal 157 ayat 1 menyatakan
bahwa Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan
diadili oleh badan peradilan khusus. Pasal 157 ayat 3
berbunyi Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan
diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
|
Jadi jelas
bahwa soal TSM itu diperiksa dan di adili oleh Badan peradilan khusus, tapi
karena belum ada, untuk sementara ditangani MK.
|
Lalu
dimana penjabaran tugas MK sebagai Mahkamah kalkulator berdasarkan
pasal-pasal di UU No.8 tahun 2015?
|
Dipasal
157 ayat 4 berbunyi Peserta Pemilihan DAPAT mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil PENGHITUNGAN perolehan suara kepada MK.
|
Pasal 157
ayat 4 ini tidak ada korelasinya dengan pasal 157 ayat 1,2 dan 3. karena di
ayat ini disebutkan "DAPAT MENGAJUKAN" ke MK. Pada pasal 157 ayat 4
ini juga bicara tentang peserta pemilihan Dapat mengajukan permohonan
pembatalan terkait PENGHITUNGAN suara.
|
Jadi
ringkasnya perkara utama yang ditangani MK (Karena badan peradilan khusus
hingga hari ini belum dibentuk) adalah perselisihan hasil
pemilihan. Dan soal kalkulator adalah tambahan, karena dikatakan
DAPAT MENGAJUKAN pembatalan soal HITUNGAN suaranya. Bukan soal PEROLEHAN
suara. Dan ketentuan dari HITUNGAN suara yang DAPAT diajukan untuk
dibatalkan, dijabarkan pada pasal 158.
|
HITUNGAN
suara beda dengan PEROLEHAN suara. Hitungan jelas bicara kalkulator, tapi
perolehan suara adalah hasil dari pemilihan.
|
Pada pasal
1 angka 1 jelas sekali apa yang dimaksud dengan Pemilihan. Dipasal itu
menyebutkan juga secara langsung dan Demokratis. Kalau sudah tidak
demokratis maka namanya bukan lagi pemilihan, dan sudah melanggar. Makanya
dapat diperkarakan sesuai perintah UU.
|
Kecurangan
secara Terstruktur, sistematis dan Masif jelas sekali masuk dalam
Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan.
|
Kalau
Badan Peradilan khusus yang diperintahkan oleh UU sudah dibentuk.
Pertanyaannya adalah...
|
Apakah
Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan
diadili oleh MK? Tidak bisa! Karena bukan kewenangan MK.
|
Apakah
permohonan pembatalan penetapan hasil PENGHITUNGAN perolehan suara diperiksa
oleh Badan peradilan khusus? Tidak boleh! Itu kewenangan MK.
|
Jadi sudah
jelas sekali bahwa MK itu hanya diberikan kewenangan menjadi Mahkamah
Kalkulator, Tapi karena Badan peradilan khusus belum ada, maka MK
diperintahkan untuk menangani perkara selain perkara kalkulator.
|
Jadi salah
besar jika dikatakan MK tidak menangani soal TSM, karena hingga kini belum
dibentuk Badan Peradilan Khusus, maka itu jadi tugas MK, Tapi salah
besar juga jika ada yang mengatakan bahwa MK bukan Mahkamah Kalkulator.
Kenapa? Karena memang itu tugas yg diberikan UU kok.
|
Terima
kasih semoga bermanfaat, dan tidak ada lagi alasan MK untuk berpolemik.
|
-Teddy
Gusnaidi-
Pengamat sosial politik
|
0 komentar:
Post a Comment