Fakta Quick Count Abal-Abal dan Strategi Rob Allyn di Meksiko Digunakan Untuk Menangkan Prabowo
Leo Agustino, dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten,
menilai dinamika politik Indonesia sebelum dan seusai pemilihan presiden
kali ini akan menjadi preseden buruk bagi pendalaman demokrasi di Tanah
Air. Ia punya dua alasan atas penilaiannya ini.
Menurutnya hingga saat ini seharusnya demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan sangat baik. Pelbagai perubahan ke arah "demokrasi matang" sudah banyak dilakukan. Namun ada upaya merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
Pertama, ada usaha untuk
mengacaukan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei yang
kredibel dan berintegritas oleh lembaga survei abal-abal alias
kredibilitasnya dipertanyakan. "Paling tidak, dalam perspektif saya,
pengacauan hasil hitungan cepat tersebut setidaknya dilakukan oleh pollster yang rekam jejaknya belum teruji punya kredibilitas dan integritas yang baik," kata Leo.
Selain
itu, ia mendapat informasi bahwa situasi ini merupakan langkah
terencana yang dilakukan oleh Rob Allyn, konsultan politik AS yang
berafiliasi dengan salah seorang kontestan pemilu presiden. Situasi ini
tentu saja dilakukannya untuk memenangkan capres yang menyewanya. [baca :
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/07/05/269590588/Konsultan-Prabowo-Dituding-Tutupi-Pemerkosaan
]
Rob Allyn yang disebut melakukan strategi muddy the statistical waters
di Indonesia sebelumnya pernah menggunakan strategi serupa dalam
pemilihan presiden Meksiko. "Setidaknya ini yang saya baca informasinya
dari kicauan Prof Dr Marcus Mietzner," kata Leo.
Akibat penerapan
strategi ini, yang juga menjadi alasan kedua Leo, muncul kebingungan di
tengah masyarakat, terutama ihwal lembaga survei mana yang pantas
dipanuti. Malangnya, rakyat Indonesia telah terbelah menjadi dua
kelompok besar yang saling mengklaim kemenangan jagoan masing-masing.
Ketiga,
masyarakat yang telah meyakini kemenangan jagoan Rob Allyn tentu akan
"menghukum" KPU apabila hasil penghitungan manual lembaga negara itu
tidak sama dengan quick count lembaga yang memenangkan capres tersebut.
Leo
waswas jika situasi ini tidak segera diselesaikan. "Saya khawatir
keterbelahan masyarakat yang sudah terbelah akan menjadi semakin akut.
Oleh sebab itu, hal yang terbaik adalah masing-masing capres menahan
diri untuk tidak berlaku berlebihan, terutama di balik layar. Sebab
politik selalu menyediakan ruang bagi elite politik untuk berlaku di
front maupun back stage," kata Leo.
Ia khawatir, saat ini, di
front stage, elite politik Indonesia seolah-oleh tenang, tapi, di back
stage, mereka melakukan aksi Machiavellian. [tempo/mus]
0 komentar:
Post a Comment