Menlu AS Desak Pengusutan Otak Pembunuhan Munir
Memperingati 10 tahun tewasnya Munir, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry, mendesak pemerintah Indonesia untuk menegakkan keadilan dan menghukum pelaku pembunuhan aktivis hak asasi manusia Indonesia itu.
"Hingga hari ini keadilan belum ditegakkan. Upaya menyeret mereka
yang diduga bertanggung jawab ke muka hukum juga masih belum tercapai,"
ujar Kerry dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan Sabtu (6/9/2014).
Kerry menambahkan Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono pada 2004 mengakui bahwa penyelesaian menyeluruh kasus
pembunuhan Munir merupakan ujian penting bagi demokrasi Indonesia.
"Hingga hari ini pernyataan itu masih tepat. Amerika mendukung semua
upaya untuk membawa orang-orang yang memerintahkan pembunuhan Munir ke
muka hukum," ujar dia.
Kerry mengatakan, Munir adalah suara hati nurani dan kejernihan berpikir yang telah menjadi inspirasi bagi aktivis, ilmuwan, dan pelayan publik yang kini sedang berjuang memajukan Indonesia.
"Hari ini Amerika bersama rakyat Indonesia memperingati warisan Munir
Said Thalib dan kami menyerukan perlindungan bagi semua pihak yang
bekerja demi perdamaian, demokrasi, dan hak asasi manusia di seluruh
dunia," ujar Kerry dalam akhir pernyataan.
Munir meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia menuju Amsterdam pada 7 September 2004 dalam perjalanan untuk menempuh pendidikan S2 di Utrecht, Belanda.
Dalam penyelidikan diketahui ia meninggal tak wajar. Otopsi yang
dilakukan pemerintah Belanda atas jenazah almarhum mendapati racun
arsenik dalam kadar mematikan di dalam tubuhnya.
Munir memang dikenal tidak pernah takut memperjuangkan HAM dan sering
membuat pihak yang dikritiknya gerah. Ia pernah melawan Kodam V
Brawijaya ketika memperjuangkan kasus kematian Marsinah, aktivis buruh
di Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan disiksa dengan brutal hingga tewas.
Munir juga tak gentar menyelidiki kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta
pada masa reformasi 1997-1998, termasuk kasus penembakan mahasiswa di
Trisakti (1998), Semanggi (1998 dan 1999) hingga pelanggaran HAM semasa
referendum Timor Timur (1999).
Presiden Yudhoyono pada 23 Desember 2004 membentuk Tim Pencari Fakta
(TPF) Kasus Munir yang diketuai petinggi Kepolisian saat itu, Brigjen
(Pol) Marsudi Hanafi, dan melibatkan sejumlah masyarakat sipil.
Setahun kemudian polisi resmi menetapkan pilot Garuda Pollycarpus
Budihari Priyanto sebagai tersangka pembunuh Munir. Dalam sidang
pengadilan, hakim Cicut Sutiarso menyatakan Pollycarpus, yang sedang
cuti dan sempat bertukar tempat duduk dengan Munir dalam penerbangan
dari Jakarta-Singapura, menaruh arsenik dalam makanan Munir karena ingin
membungkam aktivis itu. Pollycarpus dijatuhi vonis 14 tahun penjara.
Tiga tahun kemudian, pada 19 Juni 2008, Mayjen (Purn) Muchdi PR,
mantan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN), juga ditangkap karena
diduga menjadi otak pembunuhan Munir. Sejumlah bukti kuat dan kesaksian
mengarah padanya, tetapi pada akhir 2008 Muchdi divonis bebas. Vonis
yang kontroversial ini kemudian ditinjau ulang dan tiga hakim yang
memvonisnya kini diperiksa pihak berwenang.
Sejak pembunuhan Munir, para aktivis HAM di Indonesia memperingati tanggal 7 September sebagai Hari Pembela HAM Indonesia./kompas.com
0 komentar:
Post a Comment