Mengenal Silsilah Minahasa Prabowo Subianto
FAM atau trah Sigar merupakan salah satu keluarga di permukiman Langowan, Minahasa, Sulawesi Utara. Sebelum 1828, di wilayah itu sudah ada setidaknya lima permukiman, yaitu Mawale, Waleure, Walantakan, Palamba, dan Talawatu (kemudian menjadi Temboan).
Masing-masing permukiman memiliki seorang tonaas atau kepala kelompok keluarga. Kumpulan kepala-kepala atau tonaas itu dipimpin walak alias kepala suku. Para walak yang pernah memimpin Langowan adalah Rambijan, Robot, Tumbaijlan, dan Tawaijlan.
Nama terakhir, Tawaijln, tak lain Benyamin Thomas Sigar alias Tawaijln Sigar, salah seorang kapitein atau pemimpin pasukan Tulungan atau Hulptroepen (pasukan bantuan) yang dikontrak pemerintah Hindia Belanda guna membantu mengatasi Perang Jawa (1825-1830).
Benyamin Thomas Sigar inilah yang jadi pokok dari trah Sigar dari Langowan, yang bergenerasi hingga salah satunya mengalir di darah Prabowo Subianto, kakak serta adiknya dari garis ibu.
Tokoh utama pasukan Tulungan dari Minahasa adalah Majoor Bintang Tololiu Hermanus Wilhelm Dotulong, yang lahir di Kema 12 Januari 1795 dan meninggal di Sonder, 18 November 1888. Tawalijn Sigar lahir di Langowan pada 1790 dan meninggal pada 1879.
Tokoh ketiga pemimpin pasukan Tulungan yang bertempur di Kedu dan sekitarnya adalah Majoor Hendrik Werias Supit. Ia lahir di Tondano-Toulimambot pada 1802, dan meninggal pada 1865. Kuburnya ada di Tondano-Toulimambot.
Pada 1829, Residen Manado, Daniel Francois Willem Petermaat, mengangkat Fiskal Irot sebagai Major dalam jabatan Kepala Distrik Langowan. Ia memerintah sebagai Hukum Besar mulai 1829 hingga 1841.
Pada saat itu perkampungan baru terus bermunculan, yaitu Amongena, Wolaang, Koyawas, Tounelet dan Atep. Sehingga tercatat ada sembilan kampung. Setiap desa dipilih dan diangkat Hukum Tua. Tahun 1841-1847 A Tendap Saerang menjadi Hukum Besar.
Bastian Thomas Sigar yang merupakan keturunan langsung Banyamin Thomas Sigar atau Tawajln Sigar, diangkat menjadi Hukum Kedua oleh Residen Cambier dan Opzier Tondano Benseijder.
Pada Pebruari 1848 Bastian Thomas Sigar diangkat menjadi Major/Hukum Besar oleh Residen Van Nolpen, sedangkan P Kumolontang menjadi Hukum Kedua. Tahun 1852 N Pandeirot juru tulis Wolaang diangkat menjadi juru tulis Distrik oleh Resident Scherjas.
Tahun 1853 P Kumolontang meninggal, dan digantikan Laurenst A Sigar. Tahun 1854 bertambah satu kampung, yaitu Rumbia. Jadi sudah ada 10 kampung. Tahun 1861 Conteleur Riedel di Tondano mengangkat N Pandeirot menjadi Hukum Tua Walantakan, Paulus Saerang Hukum Tua Waleure dan Benyamin Sigar Hukum Tua Amongena.
Januari 1870 Laurents A Sigar diangkat menjadi Majoor/Hukum Besar oleh Resident Deance, dan Desember 1870 N Pendeirot diangkat menjadi Hukum Kedua. Bersamaan dengan itu pemukiman di Tumaratas menjadi kampung.
Sejak 1870-1884 ketika Laurents A Sigar sebagai Hukum Besar, rakyat diperintah menanam kopi. Laurents A Sigar meninggal 2 Mei 1910, dimakamkam di Tompaso. Ia memiliki putra bernama Philip Sigar.
Hasil pernikahannya dengan E Aling, lahirlah Philip FL Sigar. Philip FL Sigar ini merupakan pribadi cemerlang, dan pernah menduduki jabatan Sekretaris Residen Manado periode 1922- 1924.
Sebuah jabatan prestise yang pertama kali diduduki pribumi Minahasa pada masa Hindia Belanda, atau sebelum 1942. Sebelumnya, ia menjadi anggota Gementeraad Manado pada 1920-1922.
Philip FL Sigar mengantongi ijazah Klein Ambtenaars-Examen. Sebelumnya sedari 1921-1922 telah memangku jabatan sebagai pejabat Sekretaris Keresidenan (Gewestelijk Secretaris) Manado.
Terakhir menjadi referendaris di kantor Provinsi Jawa Barat yang dibentuk pada 1926, lalu ke Palembang, sebelum pergi ke Belanda. Ia menikahi N Maengkom, dan salah seorang putrinya, Dora Sigar, dinikahi Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo.
Dari pasangan ini lahirlah, Biantiningsih Miderawati, Marjani Ekowati, Prabowo Subianto, dan si bungsu Hashim Sujono Djojohadikusumo.
Sumber: Manado Express
0 komentar:
Post a Comment