Ketua DKPP Minta Revisi UU Pilkada Pertegas Sanksi untuk Politik Uang
Jakarta - Dalam rapat komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan DKPP tentang hasil Pilkada serentak, terungkap politik uang masih marak terjadi di beberapa tempat. Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie meminta revisi UU Pilkada merevisi sanksi untuk praktik politik uang.
"Pendekatan pidana Pemilu untuk mengoreksi money politics teknik itu bagus sekali, kenyataannya sulit. Pemilu ini terbatas dan masalahnya tiba-tiba banyak, sedangkan polisi tugasnya banyak dan perkara pidana banyak sekali dan penjara penuh. Apa iya semua dipidanakan? Kalau cuma 3-6 bulan tidak efektif," papar Jimly di gedung DPR, Jakarta, Senin (1/2/206).
Menurut Jimly, penerapan sanksi untuk pelaku yang terbukti melakukan politik uang bisa langsung diskualifikasi dari pencalonan. Sehingga tidak perlu menunggu proses pengadilan yang berlarut, tapi bisa melalui proses etika.
"Kalau diputus pengadilan dulu baru diskualifikasi, nggak nyampe-nyampe. Ribet itu cara kerjanya. Dari pada kita rumit-rumit dengan pidana melulu, walaupun tidak realistis tapi tidak solusi. Kalau diskualifikasi mengurangi beban penjara. Seninya di sini," paparnya.
"Ini masalah etika penyelenggara, baik terhadap penyelenggaranya maupun calonnya," imbuh mantan ketua MK itu.
Sementara itu Komisioner Bawaslu, Nasrullah, menuturkan penindakan atas pelaku politik uang di Pilkada bisa melalui Bawaslu, namun harus dengan kewenangan lebih.
"Caranya beri otoritas kepada Bawaslu, ibarat kaya KPK itu beri penyidik ada penuntutnya. Nah prosesnya selesai di Bawaslu langsung berurusan sama proses peradilan," tandas Nasrullah.
"Kalau dia terbukti melanggar pidana pasti dia melanggar etik, kalau melanggar etik belum tentu pidana. Jadi orang bisa saja kalau dia politik uang diproses secara etik. Jadi pidananya jalan, etiknya jalan," tegasnya./detik.com
0 komentar:
Post a Comment