RUU Pilkada: Tolak Pilkada Dipilih DPRD, Jumhur Galang Aktivis Gerakan dan Buruh
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh
DPRD kini terus bergulir. DPR diyakini bisa mensahkan sebelum masa
jabatan anggota dewan periode 2009-2014 berakhir.
Namun saat ini,
RUU tersebut mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan termasuk para
aktivis. Penyebabnya, pemilihan kepala daerah secara tidak langsung dan
diwakilkan kepada DPRD dianggap telah mencederai hak-hak politik rakyat
dan cita-cita reformasi.
“Kami para aktivis dari berbagai elemen
dan buruh menolak keras RUU yang mencederai rakyat dan cita-cita
reformasi yang telah ditebus dengan darah dan air mata para pahlawan
reformasi, ” kata aktivis dan pegiat demokrasi, Moh Jumhur Hidayat dalam
prolog perlawanan rakyat di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta,
Minggu (7/9).
Menurut Jumhur, gerakan yang sedang digagas dan
dimatangkan ini adalah untuk menyadarkan, bahwa bila RUU itu disahkan
maka konsekuensinya adalah, bakal tumbuh subur seperti jamur di musim
hujan, berbagai praktik korupsi, politik uang. Serta yang bisa
mencalonkan Kepala Daerah hanyalah kaum berduit saja.
“Jika RUU
pemilihan kepala daerah oleh DPRD disahkan, sama saja kita akan kembali
kepada zaman jahiliyah dan sarat korupsi dan segala tindak yang
merugikan kepentingan rakyat, ” tandasnya.
Saat ini, pilkada
langsung dianggap meneguhkan kedaulatan rakyat dan menguatkan demokrasi.
Jika ada dampak negatif, masih bisa dibenahi dan menjadi tanggungjawab
kita semua untuk memperbaikinya. Bila politik uang masih terjadi, bisa
dibuatkan sistem penataan pemilu menyeluruh.
“Intinya, pilkada langsung memberi peluang munculnya pemimpin yang baik dan berkualitas,” ujarnya.
Seharusnya
DPR sekarang menghormati perjuangan bangsa yang sepakat menggunakan
pemilu langsung. Argumentasi bahwa pilkada langsung menimbulkan konflik
horizontal, sangat tidak tepat. Sebab, jumlah korban akibat konflik
horizontal terus berkurang.
"Itu alasan yang tidak rasional dan
tidak ada argumentasi. Justru akan mengkhianati rakyat itu sendiri dan
hanya menguntungkan segelintir elit semata. Tapi gerakan yang sedang
digagas murni, tidak ada kaitannya dengan pemilu presiden dan pihak
tertentu, ” akunya.
Pilkada tidak langsung merupakan kemunduran
demokrasi. Pengusung sangat subjektif dan menghina rakyat karena
dituding sebagai alasan ongkos politik mahal. Ongkos pilkada menjadi
mahal disebabkan mental dan watak serakah politikus.
Selama ini,
pemilihan langsung masih terjadi banyak kekurangan, menurutnya pemilihan
langsung oleh rakyat penting untuk dipertahankan. Demokrasi Indonesia
menurutnya membutuhkan pemilihan secara langsung.
“Pergerakan
rakyat akan segera melakukan konsolidasi ke daerah-daerah untuk
melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU tersebut disahkan. Sekarang bukan
saatnya diskusi, tapi aksi turun ke jalan dengan masif, ” seru Jumhur
yang langsung disambut dengan yel-yel dukungan.
Turut hadir dalam
prolog pergerakan rakyat menolak RUU tersebut, di antaranya Serikat
Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia
(KSBI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Mahasiswa dan pegiat
demokrasi, serta Relawan Jkw-Jk maupun Relawan Prabowo-Hatta. [did] /rmol.co
0 komentar:
Post a Comment