Mengenal Sistem Noken dalam Pemilu di Pegunungan Papua



Jayapura - Kapolda Papua Irjen Tito Karnavian menyebut, salah satu kerawanan jelang Pemilu yang dihadapi salah satunya adalah pro-kontra sistem noken. Seperti apa sistem yang kerap digunakan di masyarakat pegunungan di Papua ini?

Ada dua sistem noken yang biasa digunakan masyarakat di pegunungan Papua, yaitu pola big men atau suara diserahkan dan diwakilkan kepada ketua adat, dan pola noken gantung dimana masyarakat lain dapat melihat suara yang telah disepakati masuk ke kantung partai yang sebelumnya telah ditetapkan.

Dalam sistem noken ini, maka prinsip rahasia tidak lagi berlaku. "Karena ini untuk menghargai sistem big men tadi, dimana warga harus taat pada kesepakan yang telah dibuat dan dipimpin oleh kepala suku," kata Kapolda Papua Irjen Tito Karnavian, di Mapolda Papua, Jl Sam Ratulangi, Selasa (1/4/2014).

Menurut Tito, praktik noken masih terdapat di beberapa wilayah pegunungan di Papua. Ini dikarenakan faktor geografis dan ketersebaran masyarakat di wilayah pegunungan itu sendiri atau mereka yang hidup tanpa akses informasi, transportasi, atau pun komunikasi.

Tidak mudah untuk menjangkau distrik-distrik dan sebaran masyarakat pegunungan. Biaya yang tidak sedikit dikeluarkan bagi para caleg untuk mensosialisasikan visi-misinya.

"Dia harus naik pesawat Rp 50-60 juta sekali jalan," kata Tito.

Lalu, adakah caleg yang berkampanye di wilayah pegunungan, dan bagaimana mereka yang menyampaikan siapa serta visi misi yang mereka bawa?



Pola sosialisasi yang diterapkan tentu berbeda dengan kampanye pada umumnya. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan upacara Bakar Batu (upacara dimana terdapat babi yang dimasak di atas bara batu). Cara ini dinilai efektif dalam merangkul masyarakat untuk datang dan memperkenalkan diri.

Dalam upacara ini pula mereka bernegosiasi dengan para kepala suku untuk menentukan pilihan. Bisa jadi siapa yang sering bakar batu dialah yang berkesempatan dipilih meski mayoritas pemilih tidak paham dengan maksud si caleg, karena suara mereka diwakilkan oleh ketua suku.

Terkait dengan pro kontra ini, Polda Papua menyarankan agar para partai politik di daerah agar berembug membuat kesepakatan di wilayah mana yang realistis dapat menggunakan noken dam di mana yang menggunakan pola one man one vote (TPS).

"Setelah ada kesepakatan ini maka kalau ada yang tidak sepakat kita minta tidak boleh ada kekerasan apalagi mengerahkan massa, memprovokasi, massa untuk melakukan aksi anarkis. Kita persilakan mereka menggunakan jalur hukum di MK atau PTUN," terang Tito.

Sumber: detik.com

0 komentar:

Post a Comment