Menguak Tabir Kanibalisme Permesta
Wilayah tugas Batalyon R/’Jin Kasuang’/WK.III/KDP-II ADREV-Permesta berada di ruas jalan antara Tomohon-Tondano. Batalyon pimpinan Mayor Frans Karepouwan ini sangat ditakuti, termasuk oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) di wilayah tersebut. Bukan hanya saat ’pergolakan’ di tahun 1958 sampai 1961, tapi hingga kini daerah ini masih dianggap menyeramkan oleh sejumlah orang.
Hampir semua patroli TNI di wilayah itu diserang setiap berpatroli. Banyak personil TNI hilang di daerah ini dan tak pernah diketahui lagi keberadaanya sekalipun telah dilakukan pencarian setelah perang Permesta. Gara-gara itu, Batalyon R ADREV-Permesta sangat ditakuti TNI.
’Teror’ Jin Kasuang seolah masih membekas di benak mereka. ”Daerah jalan Kasuang itu memang menakutkan sekali di zaman Permesta. Karena di situ daerah penghadangan pasukan Jin Kasuang terhadap pasukan TNI,” ungkap Sadrak Pahung, mantan anggota pasukan TNI dari Batalyon KODAM V/Brawijaya yang bertugas di Tondano kala itu.
”Saya dan pasukan pernah datang ke daerah Kasuang untuk mencari jenasah teman-teman kami yang dihadang Jin Kasuang. Di jurang pas di bawah pompa PDAM sekarang, kami menemukan banyak mayat. Sepertinya itu memang menjadi daerah pembuangan mayat oleh pasukan Permesta di wilayah itu. Jujur saya dan teman-teman sedikit was-was ketika itu,” tambah pensiunan TNI berusia 76 tahun ini.
TEROR “JIN KASUANG”
Di kalangan pasukan Permesta, Batalyon R memang dikenal karena keberanian bertempur dan kengerian yang mereka timbulkan terhadap lawan. Salah satu teror menakutkan pasukan ini, mereka dikenal suka memakan manusia. Konon, saking seringnya memakan daging manusia hingga mata mereka terlihat memerah.
Di antara keraguan banyak pihak soal kebenaran cerita tersebut, tidak sedikit juga masyarakat yang menyimpan soal kanibalisme itu dalam memorinya. ”Kita pernah dapa tugas dan baku dapa deng Mayor Karepouwan. Memang dia deng depe beberapa pasukan da gantong-gantong akang talinga manusia di leher. Banya yang bilang itu kata anggota tubuh orang-orang yang dorang ja makang,” kata Jus Pengemanan, tentara Permesta dari Batalyon B yang dikomandani Utu Pesik.
Pengakuan lain dituturkan salah seorang anggota pasukan Frans Karepouwan kepada Media Sulut, Sabtu (10/8). Kisah kanibalisme itu dibenarkannya. ”Memang tidak setiap hari mar kita sering ba momasa daging manusia. Lengkali ja ragey, lengkali rubus bagitu,” terang LS alias Rens, anggota pasukan yang mengaku pernah ditempatkan di bagian dapur Batalyon R.
“Kita sebenarnya sempat mendaftar di Batalion Fredrik mar lantaran blum cukup umur, dorang nda trima. Dorang kwa memang ja seleksi ketat. Tambah kita pe kaka yang ada di Batalion itu nda kase kita mo iko prang. Dia suruh kita jaga orang tua di kampung. Dasar so suka skali pegang senjata, akhirnya kita pi di Batalion pimpinan Mayor Karepouwan. Pe trima, dorang kase di dapur pa kita,” tutur Rens.
KENGERIAN “PERANG URAT SARAF”
Berbagai bentuk kengerian yang ditimbulkan Batalion Jin Kasuang bukan tanpa sebab. Perlakuan pasukan TNI terhadap daerah pendudukan dengan menyiksa tawanan sampai mati, melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang memberi makan pasukan Permesta, dan perkosaan di desa-desa, menjadi salah satu alasan.
Sejumlah data menyebutkan, hal ini dilakukan pihak TNI karena semata-mata menutupi kekalahan mereka. Juga karena semakin banyaknya korban di pihak mereka dan perang tak kunjung dimenangkan oleh pasukan TNI atau pemerintah pusat, sekalipun TNI menguasai kota-kota strategis di Sulut dan Maluku Utara.
”Biasanya torang pe pasukan ’ja ambe’ tu anggota TNI deng pengkhianat Permesta,” kata Rens.
”Komandan paling marah tu pengkhianat. Makanya, biasa ja ambe akang sasadiki pa dorang. Mulai deri talinga tu ja baba dengar info kong tu jare baba tunjung. Lengkali ja momasa ja ambe spanggal-spanggal. Dari tampa ba danging sama deng pala-pala. Itu jadi pelajaran pa dorang karna orang-orang rupa dorang tu tukang biking susah masyarakat deng tentara Permesta.”
Sejumlah sumber menyebutkan, sebenarnya tidak semua anggota Batalyon R yang suka memakan manusia. “Cuma orang-orang terentu. Salah satu tu terkenal tu dorang pe algojo, Oce Karundeng. So dia tu ja ba ambe tentara pusat orang da lia-lia. Samua tu dia da ambe kamari, so nda bale sampe pergolakan selesai. Kita deng brapa masyarakat Koya deng Tataaran pernah lia bagimana tu tentara pusat dia langsung lolo akang jantung hidop-hidop kong dia makang,” terang Buang Politton (74), anggota pasukan Batalyon Fredrik.
Data menyebutkan, pasukan Batalyon Jin Kasuang kemudian dapat ditertibkan akhir 1960 setelah kunjungan Panglima KDP II/Minahasa, Kolonel (ADREV-Permesta) D J Somba ke markas mereka. Somba dengan tegas memperingatkan Karepouwan dan anak buahnya untuk menghentikan bentuk-bentuk perang urat saraf yang melampaui batas.
PEMAKAN MANUSIA DI BERBAGAI BATALION
Sejarawan Minahasa, Bodewyn Talumewo menjelaskan, sebenarnya praktek kanibalisme di masa Permesta itu tidak hanya terjadi di Batalion Jin Kasuang. “Ada juga di batalyon-batalyon lain yang suka memakan manusia. Tapi hanya oknum-oknum tertentu. Selain memang karena kondisi perang yang sulit makanan tapi terutama itu dilakukan untuk menakut-nakuti musuh,” jelas Talumewo yang dikenal intens melakukan penelitian soal Permesta.
Buang Politton membenarkan jika memang ada banyak pasukan Permesta yang dikenal suka memakan daging manusia. “Pernah satu ketika torang satu pleton dari Batalyon Mayor Fredrik datang melakukan pembicaraan dengan Batalyon D ‘Sambar Nyawa’ pimpinan Mayor Dan Karamoy, di dekat cot Kumelembuai Tomohon. Torang nda ta makang di sana karna torang tau ada di antara pa dorang yang ja makang manusia. Lengkali tu daging manusia dong so campur di makanan. Terbukti, waktu dorang kase saguer pa torang waktu itu, so terakhir tumpa kong kaluar kamari tu talinga-talinga orang di bulu saguer,” ungkapnya.
Perilaku yang sama juga sering diperagakan beberapa orang dari pasukan combat intelejen, Kompi Lahe. “Torang pernah bersua di Parepei Remboken deng pasukan Lahe. Depe pasukan memang banya tu dapa tako lantaran tu talinga deng jare orang dorang so biking kalong. Torang tau ada pa dorang memang tu ja makang orang lei,” kisah Politton. (rikson karundeng)
Foto: Penyelesaian Permesta di Woloan Tomohon, 14 April 1961. Deputi KSAD Brigjen Ahmad Yani bercakap-cakap dengan seorang tentara Permesta. (koleksi bodewyn talumewo)
Sumber: Manado Express
0 komentar:
Post a Comment